Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 905[Daftar Isi]
Bab BAB III Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha
Bagian Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi
Paragraf Paragraf 16 Pertahanan dan Keamanan
Judul Pasal 74
  Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2012 tentang Industri Pertahanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 05, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5343), diubah :

1. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11

Industri alat utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) huruf a merupakan:

a. badan usaha milik negara; dan/atau

b. badan usaha milik swasta;

yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai pemadu utama (lead
integrator) yang menghasilkan alat utama sistem senjata
dan/atau mengintegrasikan semua komponen utama,
komponen, dan bahan baku menjadi alat utama.

2. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21

(1) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20, KKIP mempunyai tugas dan wewenang:

a. merumuskan kebijakan nasional yang bersifat strategis
di bidang Industri Pertahanan;

b. menyusun dan membentuk rencana induk Industri
Pertahanan yang berjangka menengah dan panjang;

c. mengoordinasikan pelaksanaan dan pengendalian
kebijakan nasional Industri Pertahanan;

d. mengoordinasikan kerja sama luar negeri dalam rangka
memajukan dan mengembangkan Industri Pertahanan;

e. melakukan sinkronisasi penetapan kebutuhan Alat
Peralatan Pertahanan dan Keamanan antara Pengguna
dan Industri Pertahanan;

f. menetapkan standar Industri Pertahanan;

g. merumuskan kebijakan pendanaan dan/atau
pembiayaan Industri Pertahanan;

h. merumuskan mekanisme penjualan dan pembelian Alat
Peralatan Pertahanan dan Keamanan hasil Industri


Pertahanan ke dan dari luar negeri; dan

i. melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
kebijakan Industri Pertahanan secara berkala.

(2) Rancangan rencana induk jangka panjang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan kepada DPR
untuk mendapatkan pertimbangan.

3. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 38

(1) Kegiatan produksi merupakan pembuatan produk oleh
Industri Pertahanan sesuai dengan perencanaan produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).

(2) Dalam kegiatan produksi Industri Pertahanan wajib
mengutamakan penggunaan bahan mentah, bahan baku,
dan komponen dalam negeri.

(3) Dalam kegiatan produksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikembangkan 2 (dua) fungsi produksi
Industri Pertahanan.

(4) Industri Pertahanan dalam kegiatan produksi harus
terlebih dahulu memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

4. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 52

(1) Kepemilikan modal atas industri alat utama, dimiliki oleh
badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik
swasta yang mendapat persetujuan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertahanan.

(2) Badan usaha milik negara dan badan usaha milik swasta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menerapkan
sistem pengawasan diterapkan oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertahanan.

(3) Sistem pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi proses produksi sampai dengan penjualan produk
baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

(4) Kepemilikan modal atas industri komponen utama
dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau
pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di


bidang penanaman modal.

5. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 55

Setiap orang yang mengekspor dan/atau melakukan transfer
alat peralatan yang digunakan untuk pertahanan dan
keamanan negara lain wajib memenuhi Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat.

6. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 56

(1) Pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan
dilakukan dengan memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.

(2) Dalam rangka pertimbangan kepentingan strategis
nasional, DPR dapat melarang atau memberikan
pengecualian penjualan produk Alat Peralatan Pertahanan
dan Keamanan tertentu sesuai dengan politik luar negeri
yang dijalankan Pemerintah Pusat.

(3) ketentuan mengenai tata cara pemberian Perizinan
Berusaha terkait pemasaran Alat Peralatan Pertahanan
dan Keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

7. Ketentuan Pasal 66 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66

Setiap orang dilarang membocorkan informasi yang bersifat
rahasia mengenai formulasi rancang bangun teknologi Alat
Peralatan Pertahanan dan Keamanan bagi pertahanan dan
keamanan.

8. Ketentuan Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 67

Setiap orang dilarang memproduksi Alat Peralatan Pertahanan
dan Keamanan tanpa memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.

9. Ketentuan Pasal 68 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 68

Setiap orang dilarang menjual, mengekspor, dan/atau
melakukan transfer Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan
tanpa memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

10. Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 69

Setiap orang dilarang membeli dan/atau mengimpor Alat


Peralatan Pertahanan dan Keamanan tanpa memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

11. Di antara Pasal 69 dan 70 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal
69A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 69A

(1) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
55, Pasal 56, Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69 dilakukan
oleh instansi pemerintah wajib mendapatkan persetujuan
dari Pemerintah Pusat.

(2) Perizinan Berusaha dan persetujuan dari Pemerintah
Pusat, dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pertahanan berdasarkan
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal

56 serta persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, Pasal 67, Pasal 68,
dan Pasal 69 dan Persetujuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

12. Ketentuan Pasal 72 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 72

(1) Setiap orang yang memproduksi Alat Peralatan Pertahanan
dan Keamanan tanpa mendapat Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan dalam keadaan perang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp25.000.000.000,00 (dua
puluh lima miliar rupiah).

13. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 73

(1) Setiap orang yang menjual, mengekspor, dan/atau
melakukan transfer Alat Peralatan Pertahanan dan
Keamanan tanpa mendapat Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun dan/atau denda paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan dalam keadaan perang, pelaku dipidana


dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000.000,00
(lima ratus miliar rupiah).

14. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 74

(1) Setiap orang yang mengekspor dan/atau melakukan
transfer alat peralatan yang digunakan untuk keperluan
pertahanan dan keamanan negara lain tanpa mendapatkan
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan dalam keadaan perang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000.000,00 lima
ratus miliar rupiah).

15. Ketentuan Pasal 75 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 75

Setiap orang yang membeli dan/atau mengimpor Alat
Peralatan Pertahanan dan Keamanan tanpa mendapat
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 dan persetujuan dari Pemerintah
Pusat sebagaimana dimaksud pada Pasal 69A dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).