Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 905[Daftar Isi]
Bab BAB III Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha
Bagian Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi
Paragraf Paragraf 10 Transportasi
Judul Pasal 56
  Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4722) diubah:

1. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 24

(1) Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha
terkait prasarana perkeretapian umum.

(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diberikan berdasarkan norma, standar, prosedur,
dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
meliputi:

a. Pemerintah Pusat untuk penyelenggaraan
prasarana perkeretaapian umum yang jaringan
jalurnya melintasi batas wilayah provinsi;


b. pemerintah provinsi untuk penyelenggaraan
prasarana perkeretaapian umum yang jaringan
jalurnya melintasi batas wilayah kabupaten/kota
dalam satu provinsi setelah mendapat persetujuan
dari Pemerintah Pusat; dan

c. pemerintah kabupaten/ kota untuk
penyelenggaraan perkeretaapian umum yang
jaringan jalurnya dalam wilayah kabupaten/kota
setelah mendapat rekomendasi pemerintah provinsi
dan persetujuan Pemerintah Pusat.

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang Perizinan Berusaha
terkait prasarana perkeretaapian umum diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

2. Di antara Pasal 24 dan Pasal 25 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 24A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24A

Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian umum yang tidak memenuhi Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1),
dikenai sanksi administratif.

3. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 28

Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan
sarana perkeretaapian tidak memenuhi standar kelaikan
operasi sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27, dikenai sanksi administratif.

4. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 32

(1) Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana
perkeretaapian umum wajib memenuhi Perizinan
Berusaha.

(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diterbitkan berdasarkan norma, standar, prosedur,
dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
meliputi:

a. Pemerintah Pusat untuk pengoperasian sarana
perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya


melintasi batas wilayah provinsi dan batas wilayah
negara;

b. pemerintah provinsi untuk pengoperasian sarana
perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya
melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu
provinsi; dan

c. pemerintah kabupaten/kota untuk pengoperasian
sarana perkeretaapian umum yang jaringan
jalurnya dalam wilayah kabupaten/kota.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
terkait penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

5. Di antara Pasal 32 dam Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 32A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 32A

Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana
perkeretaapian umum yang tidak memenuhi Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
dikenai sanksi administratif.

6. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 33

(1) Penyelenggaraan perkeretaapian khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dilakukan oleh
badan usaha untuk menunjang kegiatan pokoknya.

(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi Perizinan Berusaha.

(3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) diberikan berdasarkan norma, standar, prosedur,
dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
meliputi:

a. Pemerintah Pusat untuk penyelenggaraan
perkeretaapian khusus yang jaringan jalurnya
melintasi batas wilayah provinsi dan batas wilayah
negara;

b. pemerintah provinsi untuk penyelenggaraan
perkeretaapian khusus yang jaringan jalurnya
melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu
provinsi setelah mendapat persetujuan dari
Pemerintah Pusat; dan


c. pemerintah kabupaten/kota untuk penyelenggaraan
perkeretaapian khusus yang jaringan jalurnya
dalam wilayah kabupaten/kota setelah mendapat
rekomendasi pemerintah provinsi dan persetujuan
Pemerintah Pusat.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
terkait perkeretaapian khusus diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

7. Di antara Pasal 33 dan Pasal 34 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 33A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 33A

Penyelenggara perkeretaapian khusus yang tidak memenuhi
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (2), dikenai sanksi administratif.

8. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 77

Setiap badan hukum atau lembaga yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dikenai
sanksi administratif.

9. Di antara Pasal 80 dam Pasal 81 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 80A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 80A

Petugas prasarana perkeretaapian yang mengoperasikan
Prasarana Perkeretaapian tidak memiliki sertifikat
kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1),
dikenai sanksi administratif.

10. Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 82

Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dikenai
sanksi administratif.


11. Ketentuan Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 107

Setiap badan hukum atau lembaga yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 dikenai
sanksi administratif.

12. Ketentuan Pasal 112 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 112

Apabila penyelenggara sarana perkeretaapian dalam
melaksanakan pemeriksaan tidak menggunakan tenaga yang
memiliki kualifikasi keahlian dan tidak sesuai dengan tata
cara yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
111 dikenai sanksi administratif.

13. Di antara Pasal 116 dam Pasal 117 disisipkan 2 (dua) pasal
yakni Pasal 116A dan Pasal 116B sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 116A

Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan sarana
Perkeretaapian tidak memiliki sertifikat kecakapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1), dikenai
sanksi administratif.

Pasal 116B

Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan
Sarana Perkeretaapian dengan Awak Sarana Perkeretaapian
yang tidak memiliki sertifikat tanda kecakapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) dikenai sanksi
administratif.

14. Ketentuan Pasal 135 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 135

Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak
menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda
transportasi lain sampai stasiun tujuan atau tidak memberi


ganti kerugian senilai harga karcis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 134 ayat (4) dikenai sanksi administratif.

15. Ketentuan Pasal 168 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 168

Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak
mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 167 ayat (1) dikenai sanksi
administratif.

16. Di antara Pasal 185 dan Pasal 186 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 185A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 185A

(1) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24A, Pasal 28, Pasal 32A, Pasal 33A, Pasal
77, Pasal 80A, Pasal 82, Pasal 107, Pasal 112, Pasal
116A, Pasal 116B, Pasal 135, atau Pasal 168 dikenai
sanksi administratif.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
denda, dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

17. Ketentuan Pasal 188 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 188

Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana
perkeretaapian umum yang tidak memiliki Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
yang mengakibatkan timbulnya korban terhadap manusia
dan/atau kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan,
keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

18. Ketentuan Pasal 190 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 190

Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana
perkeretaapian umum yang tidak memenuhi Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
yang mengakibatkan timbulnya korban terhadap manusia


dan/atau kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan,
keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

19. Ketentuan Pasal 191 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 191

Jika tindakan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33A mengakibatkan timbulnya kecelakaan kereta api
dan kerugian bagi harta benda, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).

20. Ketentuan Pasal 195 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 195

Petugas prasarana perkeretaapian yang mengoperasikan
Prasarana Perkeretaapian tidak memiliki sertifikat
kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1)
yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan
menimbulkan korban, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun.

21. Ketentuan Pasal 196 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 196

(1) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang
mengoperasikan prasarana perkeretaapian dengan
petugas yang tidak memiliki sertifikat kecakapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) yang
mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan
menimbulkan korban, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

(3) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun.


22. Ketentuan Pasal 203 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 203

(1) Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan
sarana perkeretaapian tidak memiliki sertifikat
kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116
ayat (1) dan mengakibatkan kecelakaan kereta api serta
kerugian bagi harta benda, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

(3) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun.

23. Ketentuan Pasal 204 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 204

(1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang
mengoperasikan Sarana Perkeretaapian dengan Awak
Sarana Perkeretaapian yang tidak memiliki sertifikat
tanda kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
116 ayat (1) yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan
dan menimbulkan korban, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp250.000.000,00. (dua ratus lima
puluh juta rupiah).

(2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan luka berat bagi orang, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

(3) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun.

24. Ketentuan Pasal 210 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 210

(1) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 189, Pasal 191, dan Pasal 193 mengakibatkan
luka berat bagi orang, Pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda


paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).

(2) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 193 mengakibatkan matinya orang, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
milyar rupiah).

(3) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 189, Pasal 191, dan Pasal 193, dilakukan oleh
Badan Usaha Penyelenggara yang mengakibatkan luka
berat bagi orang, dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).

(4) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 189, Pasal 191, dan Pasal 193, dilakukan oleh
Badan Usaha Penyelenggara yang mengakibatkan
matinya orang, dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).