Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 905[Daftar Isi]
Bab BAB III Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha
Bagian Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi
Paragraf Paragraf 10 Transportasi
Judul Pasal 55
  Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5025) diubah:

1. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 19

(1) Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas
berdasarkan:

a. fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan
pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan; dan

b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu
terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan jalan
menurut kelas jalan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

2. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 36

Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib
singgah di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali
ditetapkan lain dalam trayek yang telah disetujui dalam
Perizinan Berusaha.

3. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 38


(1) Setiap penyelenggara Terminal wajib menyediakan
fasilitas Terminal yang memenuhi persyaratan
keselamatan dan keamanan.

(2) Fasilitas Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi fasilitas utama dan fasilitas penunjang.

(3) Untuk menjaga kondisi fasilitas Terminal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), penyelenggara Terminal wajib
melakukan pemeliharaan yang bekerjasama dengan
usaha mikro dan kecil.

(4) Fasilitas Terminal harus menyediakan tempat untuk
kegiatan usaha mikro dan kecil paling sedikit 30% (tiga
puluh persen).

(5) Ketentuan mengenai kerjasama dengan usaha mikro
dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
penyediaan tempat untuk kegiatan usaha mikro dan
kecil sebagaimana dimaksud ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

4. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 39

(1) Lingkungan kerja Terminal merupakan daerah yang
diperuntukkan bagi fasilitas Terminal.

(2) Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikelola oleh penyelenggara Terminal dan
digunakan untuk pelaksanaan pembangunan,
pengembangan, dan pengoperasian fasilitas Terminal.

(3) Dalam hal Pemerintah Pusat sebagai penyelenggara
Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pelaksanaannya dapat dikerjasamakan dengan badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan
usaha milik desa, dan swasta.

5. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 40

(1) Pembangunan Terminal harus dilengkapi dengan:

a. rancang bangun;

b. buku kerja rancang bangun;

c. rencana induk Terminal; dan


d. dokumen Amdal atau UKL-UPL yang telah
mencakup analisis mengenai dampak lalu lintas

(2) Pembangunan Terminal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikerjasamakan dengan badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha
milik desa, dan swasta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(3) Pengoperasian Terminal meliputi kegiatan:

a. perencanaan;

b. pelaksanaan; dan

c. pengawasan operasional Terminal.

(4) Pembangunan Terminal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) serta perencanaan dan pelaksanaan dalam
pengoperasian Terminal sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a dan huruf b dapat dikerjasamakan
dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik desa dan swasta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 43

(1) Penyediaan fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat
diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan setelah
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.

(2) Penyelenggaraan fasilitas Parkir di luar Ruang Milik
Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia
atau badan hukum Indonesia berupa:

a. usaha khusus perparkiran; atau

b. penunjang usaha pokok.

(3) Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya
dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan
kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus
dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas dan/atau Marka
Jalan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengguna Jasa
fasilitas Parkir, Perizinan Berusaha, persyaratan, dan
tata cara penyelenggaraan fasilitas dan Parkir untuk
umum diatur dengan Peraturan Pemerintah.


7. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 50

(1) Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2)
huruf a wajib dilakukan bagi setiap Kendaraan
Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan,
yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri,
serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang
menyebabkan perubahan tipe.

(2) Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat yang
pelaksanaannya dapat dikerjasamakan dengan badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan
usaha milik desa, dan swasta.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji tipe sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan pelaksanaan uji tipe
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

8. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 53

(1) Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat

(2) huruf b diwajibkan untuk mobil penumpang umum,
mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta
tempelan yang dioperasikan di Jalan.

(2) Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kegiatan:

a. pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan
Bermotor; dan

b. pengesahan hasil uji.

(3) Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dilaksanakan oleh:

a. unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten /
kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan
kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;

b. unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang
mendapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah;
atau


c. unit pelaksana pengujian swasta yang
mendapatkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah.

9. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 60

(1) Bengkel umum Kendaraan Bermotor yang berfungsi
untuk memperbaiki dan merawat Kendaraan Bermotor,
wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.

(2) Bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan
kualitas tertentu dapat melakukan pengujian berkala
Kendaraan Bermotor.

(3) Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(4) Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.

(5) Pengawasan terhadap bengkel umum Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota sesuai
dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata
cara penyelenggaraan bengkel umum diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

10. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 78

(1) Pendidikan dan pelatihan mengemudi diselenggarakan
oleh lembaga yang mendapat Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan norma, standar, prosedur yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

11. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 99


(1) Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur yang akan
menimbulkan gangguan Keamanan, Keselamatan,
Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan wajib dilakukan analisis mengenai dampak Lalu
Lintas yang terintegrasi dengan analisis mengenai
dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan
hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai lingkungan hidup.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen analisis
mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya
pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan
lingkungan hidup yang telah mencakup analisis
mengenai dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

12. Ketentuan Pasal 100 dihapus.

13. Ketentuan Pasal 101 dihapus.

14. Ketentuan Pasal 126 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 126

Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang
dilarang:

a. memberhentikan Kendaraan selain di tempat yang telah
ditentukan;

b. mengetem selain di tempat yang telah ditentukan;

c. menurunkan Penumpang selain di tempat
pemberhentian dan/atau di tempat tujuan tanpa
alasan yang patut dan mendesak; dan/atau

d. melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam
trayek yang telah disetujui dalam Perizinan Berusaha.

15. Ketentuan Pasal 162 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 162

(1) Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus
wajib:


a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan
sifat dan bentuk barang yang diangkut;

b. diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang
diangkut;

c. memarkir Kendaraan di tempat yang ditetapkan;

d. membongkar dan memuat barang di tempat yang
ditetapkan dan dengan menggunakan alat sesuai
dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut; dan

e. beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu
Keamanan, Keselamatan, Kelancaran, dan
Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

(2) Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat
berat dengan dimensi yang melebihi dimensi yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat harus mendapat
pengawalan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Pengemudi dan pembantu Pengemudi Kendaraan
Bermotor Umum yang mengangkut barang khusus
wajib memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat
dan bentuk barang khusus yang diangkut.

16. Ketentuan Pasal 165 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 165

(1) Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian
angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum
angkutan multimoda.

(2) Kegiatan angkutan umum dalam angkutan multimoda
dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat
antara badan hukum angkutan Jalan dan badan
hukum angkutan multimoda dan/atau badan hukum
moda lain.

(3) Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara
sistem dan memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.

(4) Ketentuan mengenai angkutan multimoda, persyaratan,
dan tata cara memperoleh Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

17. Ketentuan Pasal 170 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 170


(1) Alat penimbangan yang dipasang secara tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf
a dipasang pada lokasi tertentu.

(2) Penetapan lokasi, pengoperasian, dan penutupan alat
penimbangan yang dipasang secara tetap pada Jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah Pusat.

(3) Pengoperasian dan perawatan alat penimbangan yang
dipasang secara tetap serta sistem informasi
manajemen dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan
dapat dikerjasamakan dengan badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah dan swasta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Petugas alat penimbangan yang dipasang secara tetap
wajib mendata jenis barang yang diangkut, berat
angkutan, dan asal tujuan.

18. Ketentuan Pasal 173 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 173

(1) Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan
angkutan orang dan/atau barang wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai norma, standar, prosedur,
dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(2) Kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan
ambulans; atau

b. pengangkutan jenazah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

19. Ketentuan Pasal 174 dihapus.

20. Ketentuan Pasal 175 dihapus.

21. Ketentuan Pasal 176 dihapus.

22. Ketentuan Pasal 177 dihapus.


23. Ketentuan Pasal 178 dihapus.

24. Ketentuan Pasal 179 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 179

(1) Perizinan Berusaha terkait penyelenggaraan angkutan
orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 173 ayat (1) diberikan oleh:

a. Pemerintah Pusat yang bertanggung jawab di
bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang
melayani:

1. angkutan taksi yang wilayah operasinya
melampaui 1 (satu) daerah provinsi;

2. angkutan dengan tujuan tertentu; atau

3. angkutan pariwisata.

b. gubernur untuk angkutan taksi yang wilayah
operasinya melampaui lebih dari 1 (satu) daerah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi sesuai
dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;

c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk
angkutan taksi dan angkutan kawasan tertentu
yang wilayah operasinya berada dalam wilayah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sesuai
dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat; dan

d. bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan
tertentu yang wilayah operasinya berada dalam
wilayah kabupaten/kota sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
persyaratan pemberian Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

25. Ketentuan Pasal 180 dihapus.


26. Ketentuan Pasal 185 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 185

(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat
memberikan subsidi angkutan pada trayek atau lintas
tertentu.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian subsidi
angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

27. Ketentuan Pasal 199 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 199

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 167, Pasal 168, Pasal 173, Pasal
186, Pasal 187, Pasal 189, Pasal 192, atau Pasal 193
dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. denda administratif;

c. pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau

d. pencabutan Perizinan Berusaha.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

28. Ketentuan Pasal 220 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 220

(1) Rancang bangun Kendaraan Bermotor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 219 ayat (1) huruf a dan
pengembangan riset dan rancang bangun Kendaraan
Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dilakukan oleh:

a. Pemerintah Pusat;

b. Pemerintah Daerah;

c. badan hukum;


d. lembaga penelitian; dan/atau

e. perguruan tinggi.

(2) Rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mendapatkan pengesahan dari Pemerintah
Pusat.

29. Ketentuan Pasal 222 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 222

(1) Pemerintah Pusat wajib mengembangkan industri dan
teknologi prasarana yang menjamin Keamanan,
Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.

(2) Pengembangan industri dan teknologi Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan secara terpadu
dengan dukungan semua sektor terkait

(3) Pengembangan industri dan teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan
pengesahan dari Pemerintah Pusat.

30. Ketentuan Pasal 308 dihapus.