Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 905[Daftar Isi]
Bab BAB III Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha
Bagian Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi
Paragraf Paragraf 9 Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Judul Pasal 53
  Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2019 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6405) diubah:

1. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 8

(1) Hak rakyat atas Air yang dijamin pemenuhannya oleh
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
merupakan kebutuhan pokok minimal sehari-hari.

(2) Selain hak rakyat atas Air yang dijamin pemenuhannya
oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
negara memprioritaskan hak rakyat atas Air sebagai
berikut:

a. kebutuhan pokok sehari hari;

b. pertanian rakyat; dan

c. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-
hari melalui Sistem Penyediaan Air Minum.


(3) Dalam hal ketersediaan Air tidak mencukupi untuk
prioritas pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) pemenuhan Air untuk kebutuhan pokok sehari-hari
lebih diprioritaskan dari yang lainnya.

(4) Dalam hal ketersediaan Air mencukupi, setelah urutan
prioritas pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) urutan prioritas selanjutnya adalah:

a. penggunaan Sumber Daya Air guna memenuhi
kegiatan bukan usaha untuk kepentingan publik;
dan

b. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha lainnya yang telah ditetapkan Perizinan
Berusaha.

(5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat menetapkan urutan
prioritas pemenuhan Air pada Wilayah Sungai sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4).

(6) Dalam menetapkan prioritas pemenuhan Air
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat terlebih dahulu memperhitungkan
keperluan Air untuk pemeliharaan Sumber Air dan
lingkungan hidup.

(7) Hak rakyat atas Air bukan merupakan hak kepemilikan
atas Air, tetapi hanya terbatas pada hak untuk
memperoleh dan menggunakan sejumlah kuota Air
sesuai dengan alokasi yang penetapannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Sumber
Daya Air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-
hari, pertanian rakyat, dan kebutuhan usaha guna
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem
Penyediaan Air Minum, sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), serta untuk memenuhi kegiatan bukan usaha
untuk kepentingan publik dan kebutuhan usaha
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

2. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 9


(1) Atas dasar penguasaan negara terhadap Sumber Daya
Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Pemerintah
Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat diberi tugas dan wewenang
untuk mengatur dan mengelola Sumber Daya Air.

(2) Penguasaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat
dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat dengan tetap mengakui Hak Ulayat
Masyarakat Adat setempat dan hak yang serupa
dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(3) Hak Ulayat dari Masyarakat Adat atas Sumber Daya Air
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap diakui
sepanjang kenyataannya masih ada dan telah diatur
dengan Peraturan Daerah.

3. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 12

Tugas dan wewenang Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi tugas dan
wewenang Pemerintah Daerah provinsi dan/atau
Pemerintah Daerah kabupaten/ kota sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.

4. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 17

Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain sesuai
dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat memiliki tugas meliputi:

a. membantu Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah
Daerah dalam mengelola Sumber Daya Air di wilayah
desa berdasarkan asas kemanfaatan umum dan dengan
memperhatikan kepentingan desa lain;

b. mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat desa
dalam Pengelolaan Sumber Daya Air di wilayahnya;

c. ikut serta dalam menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas,


dan ketertiban pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya
Air; dan

d. membantu Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam
memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas
Air bagi warga desa.

5. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 19

(1) Sebagian tugas dan wewenang Pemerintah Pusat
dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15,
dan Pasal 16 dalam mengelola Sumber Daya Air yang
meliputi satu Wilayah Sungai dapat ditugaskan kepada
Pengelola Sumber Daya Air.

(2) Pengelola Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa unit pelaksana teknis
kementerian/unit pelaksana teknis daerah atau badan
usaha milik negara/ badan usaha milik daerah di
bidang Pengelolaan Sumber Daya Air.

(3) Sebagian tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak termasuk:

a. menetapkan kebijakan;

b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air;

c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air;

d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air;

e. menerbitkan Perizinan Berusaha atau Persetujuan;

f. membentuk wadah kooordinasi;

g. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;

h. membentuk Pengelola Sumber Daya Air; dan

i. menetapkan.nilai satuan BJPSDA.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah di bidang
Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

6. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 40


(1) Pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air
dan pelaksanaan nonkonstruksi dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan program dan
rencana kegiatan.

(2) Pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air
dan pelaksanaan nonkonstruksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan
melibatkan peran serta masyarakat.

(3) Setiap Orang atau kelompok masyarakat atas prakarsa
sendiri dapat melaksanakan kegiatan konstruksi
Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan
nonkonstruksi untuk kepentingan sendiri berdasarkan
Persetujuan atau Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.

(4) Pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air
dan pelaksanaan nonkonstruksi dilakukan dengan:

a. mengikuti norma, standar, prosedur, dan kriteria;

b. memanfaatkan teknologi dan sumber daya lokal; dan

c. mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan
keberlanjutan fungsi ekologis,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(5) Kewajiban memperoleh Persetujuan atau Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dikecualikan bagi kegiatan nonkonstruksi yang tidak
mengakibatkan perubahan fisik pada Sumber Air.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Persetujuan atau
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

7. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 43

(1) Pemantauan Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan
terhadap:

a. Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Air;

b. pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya
Air dan pelaksanaan nonkonstruksi; dan


c. pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan Sumber
Daya Air.

(2) Evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan
berdasarkan hasil pemantauan Sumber Daya Air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap tujuan
Pengelolaan Sumber Daya Air.

(3) Hasil evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan
perbaikan penyelenggaraan Pengelolaan Sumber Daya
Air.

(4) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi Pengelolaan
Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan dan
evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

8. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 44

(1) Penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c untuk kebutuhan
usaha dan kebutuhan bukan usaha dilakukan setelah
memenuhi Perizinan Berusaha atau persetujuan
penggunaan sumber daya air

(2) Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan
Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dengan memperhatikan fungsi kawasan dan
kelestarian lingkungan hidup.

(3) Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan
Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.

(4) Perizinan Berusaha atau persetujuan penggunaan
Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, baik
sebagian maupun seluruhnya.


9. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 45

(1) Persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk
kebutuhan bukan usaha terdiri atas:

a. Persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk
pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari
diperlukan jika:

1. cara penggunaannya dilakukan dengan
mengubah kondisi alami Sumber Air; dan/atau

2. penggunaannya diajukan untuk keperluan
kelompok yang memerlukan Air dalam jumlah
yang besar.

b. Persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk
pemenuhan kebutuhan pertanian rakyat diperlukan
jika:

1. cara penggunannya dilakukan dengan
mengubah kondisi alami Sumber Air; dan/atau

2. penggunaannya untuk pertanian rakyat di luar
sistem irigasi yang sudah ada.

c. Persetujuan penggunaan Sumber Daya Air untuk
pemenuhan kebutuhan bagi kegiatan selain untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan
pertanian rakyat yang bukan merupakan kegiatan
usaha.

10. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 49

(1) Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dapat berupa
penggunaan:

a. Sumber Daya Air sebagai media;

b. Air dan Daya Air sebagai materi;

c. Sumber Air sebagai media; dan/atau

d. Air, Sumber Air, dan/atau Daya Air sebagai media
dan materi.

(2) Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
Perizinan Berusaha.


(3) Pemberian Perizinan Berusaha dilakukan secara ketat
dengan urutan prioritas:

a. pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari bagi
kelompok yang memerlukan Air dalam jumlah yang
besar;

b. pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari yang
mengubah kondisi alami Sumber Air;

c. pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah
ada;

d. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-
hari melalui Sistem Penyediaan Air Minum;

e. kegiatan bukan usaha untuk kepentingan publik;

f. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha oleh badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, atau badan usaha milik desa; dan

g. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan
usaha oleh badan usaha swasta atau perseorangan.

(4) Perizinan Berusaha penggunaan Sumber Daya Air
untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat diberikan untuk:

a. titik atau tempat tertentu pada Sumber Air;

b. ruas tertentu pada Sumber Air; atau

c. bagian tertentu dari Sumber Air.

(5) Perizinan Berusaha penggunaan Sumber Daya Air
untuk kebutuhan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dapat diberikan kepada:

a. badan usaha milik negara;

b. badan usaha milik daerah;

c. badan usaha milik desa;

d. koperasi;

e. badan usaha swasta; atau

f. perseorangan.

11. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 50

Perizinan Berusaha penggunaan Sumber Daya Air untuk
kebutuhan usaha dengan menggunakan Air dan Daya Air
sebagai materi sebagaimana, dimaksud dalam Pasal 49 ayat


(1) huruf b yang menghasilkan produk berupa Air minum
untuk kebutuhan pokok sehari-hari diberikan kepada badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan
usaha milik desa penyelenggara Sistem Penyediaan Air
Minum.

12. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 51

(1) Perizinan Berusaha penggunaan Sumber Daya Air
untuk kebutuhan usaha dapat diberikan kepada pihak
swasta setelah memenuhi syarat tertentu dan ketat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat ( 1) huruf f
paling sedikit:

a. sesuai dengan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air;

b. memenuhi persyaratan teknis administratif;

c. mendapat persetujuan dari para pemangku
kepentingan di kawasan Sumber Daya Air; dan

d. memenuhi kewajiban biaya Konservasi Sumber
Daya Air yang merupakan komponen dalam
BJPSDA dan kewajiban keuangan lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
untuk menggunakan Sumber Daya Air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

13. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 52

(1) Penggunaan Sumber Daya Air untuk negara lain
dilarang, kecuali untuk tujuan kemanusiaan.

(2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan telah dapat terpenuhinya
kebutuhan penggunaan Sumber Daya Air di Wilayah
Sungai yang bersangkutan serta daerah sekitarnya.

(3) Penggunaan Sumber Daya Air untuk negara lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan
pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana
Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai
yang bersangkutan dan memperhatikan kepentingan
daerah di sekitarnya.


(4) Rencana penggunaan Sumber Daya Air untuk negara
lain dilakukan melalui proses konsultasi publik oleh
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.

(5) Penggunaan Sumber Daya Air untuk negara lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) wajib
mendapat Persetujuan dari Pemerintah Pusat
berdasarkan rekomendasi dari Pemerintah Daerah dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

14. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 56

(1) Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan
oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya terhadap Pengelolaan
Sumber Daya Air berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.

(2) Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
dengan melibatkan peran masyarakat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan
Pengelolaan Sumber Daya Air diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

15. Ketentuan Pasal 70 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 70

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja:

a. melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi
Prasarana Sumber Daya Air dan nonkonstruksi
pada Sumber Air tanpa memperoleh Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat
(3);

b. menyewakan atau memindahtangankan, baik
sebagian maupun keseluruhan Perizinan Berusaha
atau persetujuan penggunaan Sumber Daya Air


untuk kebutuhan bukan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44; atau

c. melakukan penggunaan Sumber Daya Air tanpa
Perizinan Berusaha untuk kebutuhan usaha atau
persetujuan penggunaan Sumber Daya Air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

16. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 73
Setiap Orang yang karena kelalaiannya:

a. melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi Prasarana
Sumber Daya Air dan nonkonstruksi pada Sumber Air
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (3) dan ayat (4); atau

b. menggunakan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha
tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 ayat (2),

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).