Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 905[Daftar Isi]
Bab BAB III Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha
Bagian Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi
Paragraf Paragraf 9 Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Judul Pasal 50
  Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5158) diubah:


1. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 26

(1) Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus
memenuhi standar.

(2) Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

2. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 29

(1) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 harus
memenuhi standar.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

3. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 33

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib
memberikan kemudahan Perizinan Berusaha bagi
badan hukum yang mengajukan rencana
pembangunan perumahan untuk MBR.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

4. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 35

Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian
berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah,
dan rumah mewah.

5. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 36


(1) Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian
berimbang tidak dalam 1 (satu) hamparan,
pembangunan rumah umum harus dilaksanakan
dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota.

(2) Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun
dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat
dikonversi dalam:

a. bentuk rumah susun umum yang dibangun dalam
satu hamparan yang sama; atau

b. bentuk dana untuk pembangunan rumah umum.

(3) Pengelolaan dana dari konversi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, dilaksanakan oleh badan
percepatan penyelenggaraan perumahan.

(4) Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun
dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat
dikonversi dalam bentuk rumah susun umum.

(5) Pembangunan rumah umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mempunyai akses menuju pusat
pelayanan atau tempat kerja.

(6) Pembangunan perumahan dengan hunian berimbang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
badan hukum yang sama.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan
perumahan dengan hunian berimbang diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

6. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 40

(1) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah menugasi dan/atau membentuk
lembaga atau badan yang menangani pembangunan
perumahan dan permukiman sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(2) Lembaga atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) bertanggung jawab:

a. menyediakan rumah umum, rumah khusus, dan
rumah negara;

b. menyediakan tanah bagi perumahan; dan

c. melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan
pemastian kelayakan hunian.


7. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 42

(1) Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun
yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat
dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual
beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(2) Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi
persyaratan kepastian atas:

a. status pemilikan tanah;

b. hal yang diperjanjikan;

c. Persetujuan Bangunan Gedung;

d. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
dan

e. keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua
puluh persen).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem perjanjian
pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan keterbangunan perumahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

8. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 53

(1) Pengendalian perumahan dilakukan mulai dari tahap:

a. perencanaan;

b. pembangunan; dan

c. pemanfaatan.

(2) Pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah sesuai norma, standar, prosedur,
dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
dalam bentuk:

a. Perizinan Berusaha atau Persetujuan;

b. penertiban; dan/atau

c. penataan.


(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian
perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

9. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 55

(1) Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan
kemudahan yang diberikan Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah hanya dapat menyewakan dan/atau
mengalihkan kepemilikannya atas rumah kepada pihak
lain, dalam hal:

a. pewarisan; atau

b. penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5
(lima) tahun.

(2) Dalam hal dilakukan pengalihan kepemilikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
pengalihannya wajib dilaksanakan oleh lembaga yang
ditunjuk atau dibentuk oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah dalam bidang perumahan dan
pemukiman.

(3) Jika pemilik meninggalkan rumah secara terus-menerus
dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun tanpa
memenuhi kewajiban berdasarkan perjanjian,
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah berwenang
mengambil alih kepemilikan rumah tersebut.

(4) Rumah yang telah diambil alih oleh Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib didistribusikan kembali kepada MBR.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penujukkan dan
pembentukan lembaga, kemudahan dan/atau bantuan
pembangunan dan perolehan rumah MBR diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

10. Ketentuan Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 107

(1) Tanah yang langsung dikuasai oleh negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf a yang
digunakan untuk pembangunan rumah, perumahan,
dan/atau kawasan permukiman diserahkan melalui
pemberian hak atas tanah kepada setiap orang yang


melakukan pembangunan rumah, perumahan, dan
kawasan permukiman.

(2) Pemberian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada penetapan lokasi atau
persetujuan kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

(3) Dalam hal tanah yang langsung dikuasai negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat garapan
masyarakat, hak atas tanah diberikan setelah pelaku
pembangunan perumahan dan permukiman selaku
pemohon hak atas tanah menyelesaikan ganti rugi atas
seluruh garapan masyarakat berdasarkan kesepakatan.

(4) Dalam hal tidak ada kesepakatan tentang ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyelesaiannya
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

11. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 109

(1) Konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

106 huruf b dapat dilaksanakan bagi pembangunan
rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun.

(2) Penetapan lokasi konsolidasi tanah dilakukan oleh
bupati/wali kota.

(3) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, penetapan lokasi konsolidasi tanah ditetapkan
oleh gubernur.

(4) Lokasi konsolidasi tanah yang sudah ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak
memerlukan persetujuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.

12. Ketentuan Pasal 114 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 114

(1) Peralihan atau pelepasan hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 huruf c dilakukan setelah
badan hukum memperoleh persetujuan Kesesuaian
Kegiatan Pemanfaatan Ruang

(2) Peralihan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah
setelah tercapai kesepakatan bersama.


(3) Pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang.

(4) Peralihan hak atau pelepasan hak atas tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib
didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten/kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

13. Di antara BAB IX dan BAB X disisipkan 1 (satu) BAB yakni
BAB IXA sehingga berbunyi sebagai berikut:

BAB IXA

BADAN PERCEPATAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

Pasal 117A

(1) Untuk mewujudkan penyediaan rumah umum yang
layak dan terjangkau bagi MBR, Pemerintah Pusat
membentuk badan percepatan penyelenggaraan
perumahan.

(2) Pembentukan badan percepatan penyelenggaraan
perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk:

a. mempercepat penyediaan rumah umum;

b. menjamin bahwa rumah umum hanya dimiliki dan
dihuni oleh MBR;

c. menjamin tercapainya asas manfaat rumah umum;
dan

d. melaksanakan berbagai kebijakan di bidang rumah
umum dan rumah khusus.

(3) Badan percepatan penyelenggaraan perumahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai fungsi
mempercepat penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman.

(4) Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), badan percepatan penyelenggaraan
perumahan bertugas:

a. melakukan upaya percepatan pembangunan
perumahan.

b. melaksanakan pengelolaan dana konversi dan
pembangunan rumah sederhana serta rumah susun
umum.


c. melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan
pemastian kelayakan hunian.

d. melaksanakan penyediaan tanah bagi perumahan.

e. melaksanakan pengelolaan rumah susun umum dan
rumah susun khusus serta memfasilitasi
penghunian, pengalihan, dan pemanfaatan;

f. melaksanakan pengalihan kepemilikan rumah umum
dengan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah.

g. menyelenggarakan koordinasi operasional lintas
sektor, termasuk dalam penyediaan prasarana,
sarana, dan utilitas umum;

h. melakukan pengembangan hubungan kerja sama di
bidang rumah susun dengan berbagai instansi di
dalam dan di luar negeri.

Pasal 117B

(1) Badan percepatan penyelenggaraan perumahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117A terdiri atas:

a. unsur pembina;

b. unsur pelaksana; dan

c. unsur pengawas.

(2) Unsur pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c berjumlah 5 (lima) orang yang proses seleksi dan
pemilihannya dilakukan oleh DPR.

(3) Pembentukan badan percepatan penyelenggaraan
perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

(4) Unsur Pembina, unsur pelaksana, dan unsur pengawas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.

14. Ketentuan Pasal 134 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 134

Setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan
perumahan yang tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi,
persyaratan, prasana, sarana, dan utilitas umum yang
diperjanjikan, dan standar.


15. Ketentuan Pasal 150 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 150

(1) Setiap orang yang menyelenggarakan perumahan dan
kawasan permukiman yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Pasal
29 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 34 ayat (1) atau ayat
(2), Pasal 36 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 38 ayat (4),
Pasal 45, Pasal 47 ayat (2), ayat (3), atau ayat (4), Pasal
49 ayat (2), Pasal 63, Pasal 71 ayat (1), Pasal 126 ayat
(2), Pasal 134, Pasal 135, Pasal 136, Pasal 137, Pasal
138, Pasal 139, Pasal 140, Pasal 141, Pasal 142, Pasal
143, Pasal 144, Pasal 145, atau Pasal 146 ayat (1)
dikenai sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dapat berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pembatasan kegiatan pembangunan;

c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan
pelaksanaan pembangunan;

d. penghentian sementara atau penghentian tetap
pada pengelolaan perumahan;

e. penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel);

f. kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam
jangka waktu tertentu;

g. membangun kembali perumahan sesuai dengan
kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana,
utilitas umum yang diperjanjikan, dan standar;

h. pembatasan kegiatan usaha;

i. pembekuan Persetujuan Bangunan Gedung;

j. pencabutan Persetujuan Bangunan Gedung;

k. pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan
rumah;

l. perintah pembongkaran bangunan rumah;

m. pembekuan Perizinan Berusaha;

n. pencabutan Perizinan Berusaha;

o. pengawasan;

p. pembatalan Perizinan Berusaha;

q. kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka
waktu tertentu;


r. pencabutan insentif;

s. pengenaan denda administratif; dan/atau

t. penutupan lokasi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

16. Ketentuan Pasal 151 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 151

Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan
perumahan, yang membangun perumahan tidak sesuai
dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana,
dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 134 yang mengakibatkan timbulnya
korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan,
keamanan, dan lingkungan, dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

17. Ketentuan Pasal 153 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 153

(1) Setiap orang yang menyelenggaraan lingkungan hunian
atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan
hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan
perumahan atau Lisiba sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 136, dikenai sanksi administratif.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi administratif diatur dengan Peraturan
Pemerintah.