Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 905[Daftar Isi]
Bab BAB III Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha
Bagian Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi
Paragraf Paragraf 8 Perdagangan, Metrologi Legal, Jaminan Produk Halal, dan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian
Judul Pasal 46
  Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5512) diubah:

1. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 6

(1) Setiap Pelaku Usaha wajib menggunakan atau
melengkapi label berbahasa Indonesia pada Barang
yang diperdagangkan di dalam negeri.

(2) Setiap Pelaku Usaha yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi
administratif.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan atau
kelengkapan label berbahasa Indonesia diatur dengan


2. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 11

Ketentuan lebih lanjut mengenai Distribusi Barang diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

3. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 14

(1) Pemerintah Pusat melakukan pengaturan tentang
pengembangan, penataan dan pembinaan yang setara
dan berkeadilan terhadap pasar rakyat, pusat
perbelanjaan, toko swalayan, dan perkulakan untuk
menciptakan kepastian berusaha dan hubungan kerja
sama yang seimbang antara pemasok dan pengecer
dengan tetap memperhatikan keberpihakan kepada
koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah.

(2) Pengembangan, penataan, dan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
pengaturan Perizinan Berusaha, tata ruang, zonasi
dengan memperhatikan jarak dan lokasi pendirian,
kemitraan, dan kerja sama usaha.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha,
tata ruang, dan zonasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

4. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 15

(1) Gudang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
huruf d merupakan salah satu sarana Perdagangan
untuk mendorong kelancaran Distribusi Barang yang
diperdagangkan di dalam negeri dan ke luar negeri.

(2) Setiap pemilik gudang wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.

(3) Setiap pemilik gudang yang tidak memiliki Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai
sanksi administratif.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan


5. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 17

(1) Setiap pemilik, pengelola, atau penyewa Gudang yang
melakukan penyimpanan Barang yang ditujukan untuk
diperdagangkan harus menyelenggarakan pencatatan
administrasi paling sedikit berupa jumlah Barang yang
disimpan dan jumlah Barang yang masuk dan yang
keluar dari Gudang.

(2) Setiap pemilik, pengelola, atau penyewa Gudang yang
tidak menyelenggarakan pencatatan administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
administratif.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan
administratif Barang sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

6. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 24

(1) Setiap Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha
Perdagangan wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.

(2) Pemerintah Pusat dapat memberikan pengecualian
terhadap kewajiban pemenuhan Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Setiap Pelaku Usaha yang tidak melakukan pemenuhan
Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dikenai sanksi administratif.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha di
bidang Perdagangan sebagaimana pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

7. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 30

(1) Pemerintah Pusat dapat meminta data dan/atau
informasi kepada Pelaku Usaha mengenai persediaan
Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting.


(2) Pelaku Usaha dilarang melakukan manipulasi data
dan/atau informasi mengenai persediaan Barang
kebutuhan pokok dan/atau Barang penting.

8. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 33

(1) Produsen atau Importir yang tidak memenuhi
ketentuan pendaftaran Barang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1) wajib menghentikan kegiatan
Perdagangan Barang dan menarik Barang dari:

1. distributor;

2. agen;

3. grosir;

4. pengecer; dan/atau

5. konsumen.

(2) Perintah penghentian kegiatan Perdagangan dan
penarikan dari Distribusi terhadap Barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah Pusat.

(3) Produsen atau Importir yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi administratif.

9. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 37

(1) Setiap Pelaku Usaha wajib memenuhi ketentuan
penetapan Barang dan/atau Jasa yang ditetapkan
sebagai Barang dan/atau Jasa yang dibatasi
Perdagangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (2).

(2) Setiap Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan
penetapan Barang dan/atau Jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.


10. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 38

(1) Pemerintah Pusat mengatur kegiatan Perdagangan Luar
Negeri melalui kebijakan dan pengendalian di bidang
Ekspor dan Impor.

(2) Kebijakan dan pengendalian Perdagangan Luar Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:

a. peningkatan daya saing produk Ekspor Indonesia;

b. peningkatan dan perluasan akses Pasar di luar
negeri;

c. peningkatan kemampuan Eksportir dan Importir
sehingga menjadi Pelaku Usaha yang andal; dan

d. peningkatan dan pengembangan produk invensi
dan inovasi nasional yang diekspor ke luar negeri.

(3) Kebijakan Perdagangan Luar Negeri paling sedikit
meliputi:

a. peningkatan jumlah dan jenis serta nilai tambah
produk ekspor;

b. pengharmonisasian Standar dan prosedur kegiatan
Perdagangan dengan negara mitra dagang;

c. penguatan kelembagaan di sektor Perdagangan
Luar Negeri;

d. pengembangan sarana dan prasarana penunjang
Perdagangan Luar Negeri; dan

e. pelindungan dan pengamanan kepentingan
nasional dari dampak negatif Perdagangan Luar
Negeri.

(4) Pengendalian Perdagangan Luar Negeri meliputi:

a. Perizinan Berusaha/persetujuan;

b. standar; dan

c. pelarangan dan pembatasan.

11. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 42

(1) Ekspor Barang dilakukan oleh Pelaku Usaha yang telah
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.


(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

12. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 43

(1) Eksportir bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
Barang yang diekspor.

(2) Eksportir yang tidak bertanggung jawab terhadap
Barang yang diekspor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi administratif.

13. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 45

(1) Impor Barang hanya dapat dilakukan oleh Importir
yang memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat.

(2) Dalam hal Impor tidak dilakukan untuk kegiatan
usaha, importir tidak memerlukan Perizinan Berusaha.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

14. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 46

(1) Importir bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
Barang yang diimpor.

(2) Importir yang tidak bertanggung jawab atas Barang
yang diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi administratif.

15. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 47

(1) Setiap Importir wajib mengimpor Barang dalam
keadaan baru.


(2) Dalam hal tertentu Pemerintah Pusat dapat
menetapkan Barang yang diimpor dalam keadaan tidak
baru.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Barang
yang diimpor dalam keadaan tidak baru sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

16. Ketentuan Pasal 49 dihapus.

17. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 51

(1) Eksportir dilarang mengekspor Barang yang ditetapkan
sebagai Barang yang dilarang untuk diekspor.

(2) Importir dilarang mengimpor Barang yang ditetapkan
sebagai Barang yang dilarang untuk diimpor.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria barang yang
dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

18. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 52

(1) Eksportir dilarang mengekspor Barang yang tidak
sesuai dengan ketentuan pembatasan Barang untuk
diekspor.

(2) Importir dilarang mengimpor Barang yang tidak sesuai
dengan ketentuan pembatasan Barang untuk diimpor.

(3) Setiap Eksportir dan/atau Importir yang melakukan
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dikenai sanksi administratif.

(4) Ketentuan mengenai kriteria barang yang dibatasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.


19. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 53

(1) Eksportir yang dikenai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4)
terhadap Barang ekspornya dikuasai oleh negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Importir yang dikenai sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) terhadap Barang
impornya wajib diekspor kembali, dimusnahkan oleh
Importir, atau ditentukan lain oleh Pemerintah Pusat.

20. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 57

(1) Barang yang diperdagangkan di dalam negeri harus
memenuhi:

a. SNI yang telah diberlakukan secara wajib; atau

b. persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara
wajib.

(2) Pelaku Usaha dilarang memperdagangkan Barang di
dalam negeri yang tidak memenuhi SNI yang telah
diberlakukan secara wajib atau persyaratan teknis yang
telah diberlakukan secara wajib.

(3) Pemberlakuan SNI atau persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.

(4) Pemberlakuan SNI atau persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek:

a. keamanan, keselamatan, kesehatan, dan
lingkungan hidup;

b. daya saing produsen nasional dan persaingan
usaha yang sehat;

c. kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional;
dan/atau

d. kesiapan infrastruktur lembaga penilaian
kesesuaian.

(5) Barang yang telah diberlakukan SNI atau persyaratan
teknis secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) wajib dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian


atau dilengkapi sertifikat kesesuaian yang diakui oleh
Pemerintah Pusat.

(6) Barang yang diperdagangkan dan belum diberlakukan
SNI secara wajib dapat dibubuhi tanda SNI atau tanda
kesesuaian sepanjang telah dibuktikan dengan
sertifikat produk penggunaan tanda SNI atau sertifikat
kesesuaian.

(7) Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang yang
telah diberlakukan SNI atau persyaratan teknis secara
wajib, tetapi tidak membubuhi tanda SNI, tanda
kesesuaian, atau tidak melengkapi sertifikat kesesuaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenai sanksi
administratif.

21. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 60

(1) Penyedia Jasa dilarang memperdagangkan Jasa di
dalam negeri yang tidak memenuhi SNI, persyaratan
teknis, atau kualifikasi yang telah diberlakukan secara
wajib.

(2) Pemberlakuan SNI, persyaratan teknis, atau kualifikasi
secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(3) Pemberlakuan SNI, persyaratan teknis, atau kualifikasi
secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek:

a. keamanan, keselamatan, kesehatan, dan
lingkungan hidup;

b. daya saing produsen nasional dan persaingan
usaha yang sehat;

c. kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional;

d. kesiapan infrastruktur lembaga penilaian
kesesuaian; dan/atau

e. budaya, adat istiadat, atau tradisi berdasarkan
kearifan lokal.

(4) Jasa yang telah diberlakukan SNI, persyaratan teknis,
atau kualifikasi secara wajib sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) wajib dilengkapi dengan sertifikat
kesesuaian yang diakui oleh Pemerintah Pusat.

(5) Jasa yang diperdagangkan dan memenuhi SNI,
persyaratan teknis, atau kualifikasi yang belum
diberlakukan secara wajib dapat menggunakan


sertifikat kesesuaian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(6) Penyedia Jasa yang memperdagangkan Jasa yang telah
diberlakukan SNI, persyaratan teknis, atau kualifikasi
secara wajib, tetapi tidak dilengkapi sertifikat
kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dikenai sanksi administratif.

22. Ketentuan Pasal 61 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 61

(1) Tanda SNI, tanda kesesuaian, atau sertifikat
kesesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
ayat (4) diterbitkan oleh lembaga penilaian kesesuaian
yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(2) Dalam hal lembaga penilaian kesesuaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum ada yang terakreditasi,
Pemerintah Pusat dapat menunjuk lembaga penilaian
kesesuaian dengan persyaratan dan dalam jangka
waktu tertentu.

(3) Lembaga penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) harus terdaftar di lembaga
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

23. Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 63

Penyedia Jasa yang memperdagangkan Jasa yang tidak
dilengkapi dengan sertifikat kesesuaian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) dikenai sanksi
administratif.

24. Ketentuan Pasal 65 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 65

(1) Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang
dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik
wajib menyediakan data dan/atau informasi secara
lengkap dan benar.

(2) Setiap Pelaku Usaha dilarang memperdagangkan
Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem


elektronik yang tidak sesuai dengan data dan/atau
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Penggunaan sistem elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik.

(4) Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memuat:

a. identitas dan legalitas Pelaku Usaha sebagai
produsen atau Pelaku Usaha Distribusi;

b. persyaratan teknis Barang yang ditawarkan;

c. persyaratan teknis atau kualifikasi Jasa yang
ditawarkan;

d. harga dan cara pembayaran Barang dan/atau Jasa;
dan

e. cara penyerahan Barang.

(5) Dalam hal terjadi sengketa terkait dengan transaksi
dagang melalui sistem elektronik, orang atau badan
usaha yang sedang bersengketa dapat menyelesaikan
sengketa tersebut melalui pengadilan atau melalui
mekanisme penyelesaian sengketa lainnya.

(6) Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang
dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik
yang tidak menyediakan data dan/atau informasi
secara lengkap dan benar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi administratif.

25. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 74

(1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan terhadap
Pelaku Usaha dalam rangka pengembangan Ekspor
untuk perluasan akses Pasar bagi Barang dan Jasa
produksi dalam negeri.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa pemberian insentif, fasilitas, informasi peluang
Pasar, bimbingan teknis, serta bantuan promosi dan
pemasaran untuk pengembangan Ekspor.

(3) Pemerintah Pusat dapat mengusulkan insentif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa insentif
fiskal dan/atau nonfiskal dalam upaya meningkatkan
daya saing Ekspor Barang dan/atau Jasa produksi
dalam negeri.


(4) Pemerintah Pusat dalam melakukan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja
sama dengan pihak lain.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

26. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 77

(1) Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan pameran
dagang dan peserta pameran dagang wajib memenuhi
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

(2) Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan pameran
dagang dengan mengikutsertakan peserta dan/atau
produk yang dipromosikan berasal dari luar negeri
wajib memperoleh persetujuan dari Pemerintah Pusat.

(3) Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan pameran
dagang dan peserta pameran dagang yang tidak
memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi administratif.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

27. Di antara Pasal 77 dan Pasal 78 disisipkan 1 (satu) pasal
baru yakni Pasal 77A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 77A

(1) Pengenaan Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (2), Pasal 15 ayat (3), Pasal 17 ayat
(2), Pasal 24 ayat (3), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (3),
Pasal 37 ayat (2), Pasal 43 ayat (2), Pasal 46 ayat (2),
Pasal 52 ayat (4), Pasal 57 ayat (7), Pasal 60 ayat (6),
Pasal 63, Pasal 65 ayat (6), atau Pasal 77 ayat (3), dapat
berupa:

a. teguran tertulis;

b. penarikan barang dari distribusi;

c. penghentian sementara kegiatan usaha;

d. penutupan Gudang;

e. denda; dan/atau

f. pencabutan perizinan berusaha.


(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

28. Ketentuan Pasal 81 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 81

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan,
kemudahan dan keikutsertaan dalam Promosi Dagang
dalam rangka kegiatan pencitraan Indonesia diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

29. Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 98

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mempunyai
wewenang melakukan pengawasan terhadap kegiatan
Perdagangan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

30. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 99

(1) Pemerintah Pusat dalam melakukan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1)
mempunyai wewenang melakukan:

a. pelarangan mengedarkan untuk sementara waktu
dan/atau perintah untuk menarik Barang dari
Distribusi atau menghentikan kegiatan Jasa yang
diperdagangkan tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
Perdagangan; dan/atau;

b. pencabutan Perizinan Berusaha.

31. Ketentuan Pasal 100 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:


Pasal 100

(1) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1), Pemerintah Pusat
menunjuk petugas pengawas di bidang Perdagangan.

(2) Petugas pengawas di bidang Perdagangan dalam
melaksanakan pengawasan harus membawa surat
tugas yang sah dan resmi.

(3) Petugas Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam melaksanakan kewenangannya paling sedikit
melakukan pengawasan terhadap:

a. Perizinan Berusaha di bidang Perdagangan;

b. Perdagangan Barang yang diawasi, dilarang,
dan/atau diatur;

c. Distribusi Barang dan/atau Jasa;

d. pendaftaran Barang Produk Dalam Negeri dan asal
Impor yang terkait dengan keamanan, keselamatan,
kesehatan, dan lingkungan hidup;

e. pemberlakuan SNI, persyaratan teknis, atau
kualifikasi secara wajib;

f. Perizinan Berusaha terkait gudang; dan

g. penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau
Barang penting.

(4) Petugas Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam hal menemukan dugaan pelanggaran kegiatan di
bidang Perdagangan dapat:

a. merekomendasikan penarikan Barang dari
Distribusi dan/atau pemusnahan Barang;

b. merekomendasikan penghentian kegiatan usaha
Perdagangan; atau

c. merekomendasikan pencabutan Perizinan Berusaha
di bidang Perdagangan.

(5) Dalam hal melaksanakan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditemukan bukti awal dugaan
terjadi tindak pidana di bidang Perdagangan, petugas
pengawas melaporkannya kepada penyidik untuk
ditindaklanjuti.

(4) Petugas Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam melaksanakan kewenangannya dapat
berkoordinasi dengan instansi terkait.


32. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 102

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan
kegiatan Perdagangan dan pengawasan terhadap Barang
yang ditetapkan sebagai Barang dalam pengawasan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

33. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 104

(1) Setiap Pelaku Usaha yang tidak menggunakan atau
tidak melengkapi label berbahasa Indonesia pada
Barang yang diperdagangkan di dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).

(2) Dikecualikan dari pengenaan sanksi pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha
dan/atau kegiatan berisiko rendah/sedang dikenai
sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77A ayat
(1).

(3) Bagi pelaku usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77A ayat (1).

34. Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 106

(1) Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha
Perdagangan tidak memiliki Perizinan Berusaha di
bidang Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dikecualikan dari pengenaan sanksi pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha
dan/atau kegiatan berisiko rendah/sedang.


(3) Bagi pelaku usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77A ayat (1).

35. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 109

Produsen atau Importir yang memperdagangkan Barang
terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan
lingkungan hidup yang tidak didaftarkan kepada
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (1) yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan
terhadap K3L, dipidana dengan pidana penjara paling lama

1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00(lima miliar rupiah).

36. Ketentuan Pasal 115 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 115

Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang
dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang
tidak sesuai dengan data dan/atau informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah).

37. Ketentuan Pasal 116 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 116

Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan pameran
dagang dengan mengikutsertakan peserta dan/atau produk
yang dipromosikan berasal dari luar negeri yang tidak
mendapatkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).