Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 905[Daftar Isi]
Bab BAB III Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha
Bagian Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi
Paragraf Paragraf 7 Perindustrian
Judul Pasal 44
  Untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama
pelaku usaha dalam mendapatkan Perizinan Berusaha dan
kemudahan persyaratan investasi dari sektor Perindustrian,
beberapa ketentuan dalam Undang-Undang 3 Tahun 2014
tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5492) diubah:


1. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 15
Pembangunan sumber daya Industri meliputi:

a. pembangunan sumber daya manusia;

b. pemanfaatan sumber daya alam;

c. pengembangan dan pemanfaatan Teknologi Industri;

d. pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan
inovasi;

e. penyediaan sumber pembiayaan; dan

f. penyediaan bahan baku dan/atau bahan penolong bagi
industri.

2. Diantara Pasal 48 dan Pasal 49 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 48A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 48A

(1) Untuk menjaga kelangsungan proses produksi
dan/atau pengembangan industri, Pemerintah
memberikan kemudahan untuk mendapatkan bahan
baku dan/atau bahan penolong sesuai rencana
kebutuhan industri

(2) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk kemudahan dalam mengimpor bahan baku
dan/atau penolong untuk industri sesuai dengan
rencana kebutuhan industri.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan untuk
mendapatkan bahan baku dan/atau bahan penolong
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 50

(1) Pemerintah Pusat melakukan perencanaan,
pembinaan, pengembangan, dan pengawasan
Standardisasi Industri.

(2) Standardisasi Industri diselenggarakan dalam wujud
SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara.

(3) SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.


4. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 53

(1) Setiap Orang dilarang:

a. membubuhkan tanda SNI atau tanda kesesuaian
pada barang dan/atau Jasa Industri yang tidak
memenuhi ketentuan SNI, spesifikasi teknis,
dan/atau pedoman tata cara; atau

b. memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan
barang dan/atau Jasa Industri yang tidak
memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau
pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib.

(2) Pemerintah Pusat dapat menetapkan pengecualian atas
SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b untuk impor barang tertentu.

5. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 57

(1) Penerapan SNI secara sukarela sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 dan pemberlakuan SNI, spesifikasi
teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dilakukan
melalui penilaian kesesuaian.

(2) Penilaian kesesuaian SNI yang diterapkan secara
sukarela sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh lembaga penilaian kesesuaian yang
telah terakreditasi.

(3) Penilaian kesesuaian SNI, spesifikasi teknis, dan/atau
pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
lembaga penilaian kesesuaian yang telah terakreditasi
dan ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan
pengawasan terhadap lembaga penilaian kesesuaian
diatur dengan Peraturan Pemerintah.


6. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 59

(1) Pemerintah Pusat mengawasi pelaksanaan seluruh
rangkaian penerapan SNI sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (2) dan ayat (3) dan pemberlakuan
SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara
secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.

(2) Dalam melaksanakan kewenangan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
Pusat dapat menunjuk lembaga terakreditasi.

7. Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 84

(1) Industri Strategis dikuasai oleh negara.

(2) Industri Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas Industri yang:

a. memenuhi kebutuhan yang penting bagi
kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup
orang banyak;

b. meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah
sumber daya alam strategis; dan/atau

c. mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan
serta keamanan negara.

(3) Penguasaan Industri Strategis oleh negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

a. pengaturan kepemilikan;

b. penetapan kebijakan;

c. pengaturan Perizinan Berusaha;

d. pengaturan produksi, distribusi, dan harga; dan

e. pengawasan.

(4) Pengaturan kepemilikan Industri Strategis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan melalui:

a. penyertaan modal seluruhnya oleh Pemerintah
Pusat;

b. pembentukan usaha patungan antara Pemerintah
Pusat dan swasta; atau

c. pembatasan kepemilikan oleh penanam modal asing
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


(5) Penetapan kebijakan Industri Strategis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b paling sedikit meliputi:

a. penetapan jenis Industri Strategis;

b. pemberian fasilitas; dan

c. pemberian kompensasi kerugian.

(6) Perizinan Berusaha terkait Industri Strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diberikan
oleh Pemerintah Pusat.

(7) Pengaturan produksi, distribusi, dan harga
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dilakukan
paling sedikit dengan menetapkan jumlah produksi,
distribusi, dan harga produk.

(8) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf e meliputi penetapan Industri Strategis sebagai
objek vital nasional dan pengawasan distribusi.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai Industri Strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

8. Ketentuan Pasal 101 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 101

(1) Setiap kegiatan Industri wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat.

(2) Kegiatan usaha Industri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:

a. Industri kecil;

b. Industri menengah; dan

c. Industri besar.

(3) Perusahaan Industri yang telah memperoleh Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:

a. melaksanakan kegiatan usaha Industri sesuai
dengan Perizinan Berusaha yang dimiliki; dan

b. menjamin keamanan dan keselamatan alat, proses,
hasil produksi, penyimpanan, serta pengangkutan.

9. Ketentuan Pasal 102 dihapus.


10. Ketentuan Pasal 104 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 104

Setiap Perusahaan Industri yang memenuhi Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (3)
dapat melakukan perluasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

11. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 105

(1) Setiap kegiatan usaha Kawasan Industri wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

(2) Perusahaan Kawasan Industri wajib memenuhi standar
Kawasan Industri yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.

(3) Setiap Perusahaan Kawasan Industri yang melakukan
perluasan wajib memiliki Perizinan Berusaha dari
pemerintah pusat.

12. Di antara Pasal 105 dan Pasal 106 disisipkan 1 (satu) pasal
baru yakni, Pasal 105A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 105A

Perizinan Berusaha untuk kegiatan usaha kawasan industri
yang berada di kawasan ekonomi khusus dilakukan sesuai
dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
kawasan ekonomi khusus yang ditetapkan dengan
pemerintah pusat.

13. Ketentuan Pasal 106 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 106

(1) Perusahaan Industri yang akan menjalankan Industri
wajib berlokasi di Kawasan Industri.

(2) Kewajiban berlokasi di Kawasan Industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Perusahaan
Industri yang akan menjalankan Industri dan berlokasi
di daerah kabupaten/kota yang:

a. belum memiliki Kawasan Industri;


b. telah memiliki Kawasan Industri tetapi seluruh
kaveling Industri dalam Kawasan Industrinya telah
habis; atau

c. terdapat Kawasan Ekonomi Khusus yang memiliki
zona industri.

(3) Pengecualian terhadap kewajiban berlokasi di Kawasan
Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
berlaku bagi:

a. Industri kecil dan Industri menengah yang tidak
berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan
hidup yang berdampak luas; atau

b. Industri yang menggunakan Bahan Baku khusus
dan/atau proses produksinya memerlukan lokasi
khusus.

(4) Perusahaan Industri yang dikecualikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan Perusahaan Industri
menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a wajib berlokasi di kawasan peruntukan Industri.

(5) Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

14. Ketentuan Pasal 108 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 108

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Perizinan
Berusaha untuk Usaha Industri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 101, Pasal 104, Pasal 105 dan kewajiban
berlokasi di Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 serta tata cara pengenaan sanksi administratif
dan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 107 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

15. Ketentuan Pasal 115 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 115

(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan Industri.

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diwujudkan dalam bentuk:

a. pemberian saran, pendapat, dan usul; dan/atau

b. penyampaian informasi dan/atau laporan.


(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta
masyarakat dalam pembangunan Industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

16. Ketentuan Pasal 117 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 117

(1) Pemerintah Pusat melaksanakan pengawasan dan
pengendalian terhadap kegiatan usaha Industri dan
kegiatan usaha Kawasan Industri.

(2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui pemenuhan
dan kepatuhan terhadap peraturan di bidang
Perindustrian yang dilaksanakan oleh Perusahaan
Industri dan Perusahaan Kawasan Industri.

(3) Pemenuhan dan kepatuhan terhadap peraturan di
bidang Perindustrian yang dilaksanakan oleh
Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
meliputi:

a. sumber daya manusia Industri;

b. pemanfaatan sumber daya alam;

c. manajemen energi;

d. manajemen air;

e. SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara;

f. Data Industri dan Data Kawasan Industri;

g. standar Industri Hijau;

h. standar Kawasan Industri;

i. perizinan Industri dan perizinan Kawasan Industri;
dan

j. keamanan dan keselamatan alat, proses, hasil
produksi, penyimpanan, dan pengangkutan.

(4) Dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Pusat
dapat menunjuk lembaga terakreditasi.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan
dan pengendalian usaha Industri dan usaha Kawasan
Industri diatur dengan Peraturan Pemerintah.