Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 905[Daftar Isi]
Bab BAB III Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha
Bagian Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi
Paragraf Paragraf 5 Energi Dan Sumber Daya Mineral
Judul Pasal 40
  Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4152) diubah:

1. Ketentuan Pasal 1 angka 21 dan angka 22 diubah sehingga
Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa
hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur
atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal,
lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh
dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk
batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk
padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan
dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon
yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer
berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan
Minyak dan Gas Bumi.

3. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas
Bumi.

4. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang berasal
dan/atau diolah dari Minyak Bumi;

5. Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan
Negara kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan
kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi.

6. Survei Umum adalah kegiatan lapangan yang meliputi
pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang
berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk
memperkirakan letak dan potensi sumber daya Minyak
dan Gas Bumi di luar Wilayah Kerja.

7. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang
berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha
Eksplorasi dan Eksploitasi.

8. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh
informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan
dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas
Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan.


9. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan
untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah
Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan
penyelesaian sumur, pembangunan sarana
pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk
pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di
lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

10. Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang
berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha
Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau
Niaga.

11. Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh
bagian-bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi
nilai tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi
tidak termasuk pengolahan lapangan.

12. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak
Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari Wilayah
Kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan,
termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa
transmisi dan distribusi.

13. Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan,
pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran Minyak
Bumi dan/atau Gas Bumi.

14. Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor,
impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk
Niaga Gas Bumi melalui pipa.

15. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah seluruh
wilayah daratan, perairan, dan landas kontinen
Indonesia.

16. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam Wilayah
Hukum Pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan
Eksplorasi dan Eksploitasi.

17. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap,
terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

18. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang didirikan
dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib
mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Republik Indonesia.


19. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau
bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan
Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan
Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.

20. Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada Badan
Usaha untuk melaksanakan Pengolahan, Pengangkutan,
Penyimpanan dan/atau Niaga dengan tujuan
memperoleh keuntungan dan/atau laba;

21. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil Presiden dan
menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

22. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.

23. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk
untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di
bidang Minyak dan Gas Bumi.

24. Badan Pengatur adalah suatu badan yang dibentuk
untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap
penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak
dan Gas Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir.

25. Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan tanggung
jawabnya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi.

2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 4

(1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam
strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam
Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan
kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara.

(2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah melalui
kegiatan usaha minyak dan gas bumi.

(3) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terdiri atas kegiatan usaha
hulu minyak dan gas bumi dan kegiatan usaha hilir
minyak dan gas bumi.


3. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 5

(1) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilaksanakan
berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat.

(2) Kegiatan usaha minyak dan gas bumi terdiri atas:

a. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi; dan

b. Kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.

(3) Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri
atas:

a. eksplorasi; dan

b. eksploitasi.

(4) Kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:

a. pengolahan;

b. pengangkutan;

c. penyimpanan; dan

d. niaga.

4. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 23

(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 angka 2, dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha
setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat.

(2) Badan Usaha yang memenuhi Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan
kegiatan:

a. usaha pengolahan;

b. usaha pengangkuatan;

c. usaha penyimpanan; dan/atau

d. usaha niaga.

(3) Perizinan Berusaha yang telah diberikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan sesuai
dengan peruntukan kegiatan usahanya.


(4) Permohonan Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan menggunakan
sistem perizinan terintegrasi secara elektronik yang
dikelola oleh Pemerintah Pusat.

5. Di antara Pasal 23 dan Pasal 24 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 23A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23A

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan Usaha Hilir
tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23, dikenai sanksi administratif berupa
penghentian usaha dan/atau kegiatan, denda,
dan/atau paksaan pemerintah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

6. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 25

(1) Pemerintah Pusat dapat memberikan sanksi
administratif terhadap:

a. pelanggaran salah satu persyaratan yang tercantum
dalam Perizinan Berusaha;

b. tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang ini.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

7. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 46

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan
pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan
Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan oleh
Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (4).

(2) Fungsi Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) melakukan pengaturan agar ketersediaan dan
distribusi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi yang
ditetapkan Pemerintah dapat terjamin di seluruh


wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri.

(3) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai:

a. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak;

b. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional;

c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan
Penyimpanan Bahan Bakar Minyak;

d. tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa;

e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan
pelanggan kecil;

f. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.

(4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) mencakup juga tugas pengawasan dalam
bidang-bidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

(5) Badan Pengatur dalam pengaturan dan penetapan tarif
pengangkutan gas bumi melalui pipa sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d wajib mendapatkan
persetujuan Menteri.

8. Ketentuan Pasal 52 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 52

Setiap orang yang melakukan Eksplorasi dan/atau
Eksploitasi tanpa memiliki Perizinan Berusaha atau Kontrak
Kerja Sama dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00
(enam puluh miliar rupiah).

9. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 53

Jika tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23A
mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap
kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah).


10. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 55

Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan
dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar gas,
dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi Pemerintah
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh
miliar rupiah).