Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 905[Daftar Isi]
Bab BAB III Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha
Bagian Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi
Paragraf Paragraf 4 Kehutanan
Judul Pasal 37
  Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5432)
diubah:

1. Ketentuan Pasal 1 angka 3, angka 5, dan angka 23 diubah
sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam komunitas alam
lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang
satu dan yang lainnya.

2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan
oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap.

3. Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan
merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar,
penggunaan kawasan hutan tanpa Perizinan atau
penggunaan Perizinan yang bertentangan dengan
maksud dan tujuan pemberian Perizinan di dalam
kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah
ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya
oleh Pemerintah Pusat.

4. Pembalakan liar adalah semua kegiatan pemanfaatan
hasil hutan kayu secara tidak sah yang terorganisasi.

5. Penggunaan kawasan hutan secara tidak sah adalah
kegiatan terorganisasi yang dilakukan di dalam kawasan
hutan untuk perkebunan dan/atau pertambangan tanpa
Perizinan dari Pemerintah Pusat.

6. Terorganisasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu
kelompok yang terstruktur, yang terdiri atas 2 (dua)
orang atau lebih, dan yang bertindak secara
bersamasama pada waktu tertentu dengan tujuan
melakukan perusakan hutan, tidak termasuk kelompok
masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar
kawasan hutan yang melakukan perladangan tradisional
dan/atau melakukan penebangan kayu untuk keperluan
sendiri dan tidak untuk tujuan komersial.


7. Pencegahan perusakan hutan adalah segala upaya yang
dilakukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya
perusakan hutan.

8. Pemberantasan perusakan hutan adalah segala upaya
yang dilakukan untuk menindak secara hukum
terhadap pelaku perusakan hutan baik langsung, tidak
langsung, maupun yang terkait lainnya.

9. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk
memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan, hasil
hutan kayu dan bukan kayu, serta memungut hasil
hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil
untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga
kelestariannya.

10. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk
memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa
kayu melalui kegiatan penebangan, permudaan,
pengangkutan, pengolahan dan pemasaran dengan tidak
merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi
pokoknya.

11. Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hasil hutan
adalah Perizinan Berusaha dari Pemerintah untuk
memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan
produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan,
pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran.

12. Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah dokumen-
dokumen yang merupakan bukti legalitas hasil hutan
pada setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil
hutan.

13. Hasil hutan kayu adalah hasil hutan berupa kayu bulat,
kayu bulat kecil, kayu olahan, atau kayu pacakan yang
berasal dari kawasan hutan.

14. Pohon adalah tumbuhan yang batangnya berkayu dan
dapat mencapai ukuran diameter 10 (sepuluh)
sentimeter atau lebih yang diukur pada ketinggian 1,50
(satu koma lima puluh) meter di atas permukaan tanah.

15. Polisi Kehutanan adalah pejabat tertentu dalam lingkup
instansi kehutanan pusat dan/atau daerah yang sesuai
dengan sifat pekerjaannya menyelenggarakan dan/atau
melaksanakan usaha pelindungan hutan yang oleh
kuasa Undang-Undang diberikan wewenang kepolisian
khusus di bidang kehutanan dan konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya yang berada dalam
satu kesatuan komando.


16. Pejabat adalah orang yang diperintahkan atau orang
yang karena jabatannya memiliki kewenangan dengan
suatu tugas dan tanggung jawab tertentu.

17. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya
disingkat PPNS adalah pejabat pegawai negeri sipil
tertentu dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan
daerah yang oleh Undang-Undang diberi wewenang
khusus dalam penyidikan di bidang kehutanan dan
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

18. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara
pidana yang didengar, dilihat, dan dialami sendiri.

19. Pelapor adalah orang yang memberitahukan adanya
dugaan, sedang, atau telah terjadinya perusakan hutan
kepada pejabat yang berwenang.

20. Informan adalah orang yang menginformasikan secara
rahasia adanya dugaan, sedang, atau telah terjadinya
perusakan hutan kepada pejabat yang berwenang.

21. Setiap orang adalah orang perseorangan dan/atau
korporasi yang melakukan perbuatan perusakan hutan
secara terorganisasi di wilayah hukum Indonesia
dan/atau berakibat hukum di wilayah hukum Indonesia.

22. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan
yang teroganisasi, baik berupa badan hukum maupun
bukan badan hukum.

23. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
yang dibantu oleh wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

24. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau wali
kota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.

25. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kehutanan.


2. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 7

Pencegahan perusakan hutan dilakukan oleh masyarakat,
badan hukum, dan/atau korporasi yang memperoleh
Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan.

3. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 12

Setiap orang dilarang:

a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha terkait
pemanfaatan hutan;

b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
tanpa memiliki Perizinan Berusaha dari Pemerintah.

c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
secara tidak sah;

d. memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut,
menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di
kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari
Pemerintah;

e. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu
yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan
sahnya hasil hutan;

f. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk
menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam
kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari
Pemerintah;

g. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang
lazim atau patut diduga akan digunakan untuk
mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan Berusaha dari Pemerintah;

h. memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal
dari hasil pembalakan liar;

i. mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat,
perairan, atau udara;

j. menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui
sungai, darat, laut, atau udara;

k. menerima, membeli, menjual, menerima tukar,
menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang
diketahui berasal dari pembalakan liar;


l. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan
kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil
atau dipungut secara tidak sah; dan/atau

m. menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan,
menyimpan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang
berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut
secara tidak sah.

4. Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 12A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12A

(1) Orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam
dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima)
tahun secara terus menerus yang melakukan pelanggaran
terhadap pasal 12 huruf a sampai dengan huruf f,
dan/atau huruf h dikenai sanksi administratif.

(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dikecualikan terhadap:

a. orang perseorangan atau kelompok masyarakat
yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di
sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima)
tahun secara terus-menerus dan terdaftar dalam
kebijakan penataan Kawasan Hutan; atau

b. orang perseorangan yang telah mendapatkan
sanksi sosial atau sanksi adat.

5. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 17

(1) Setiap orang dilarang:

a. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain
yang lazim atau patut diduga akan digunakan
untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau
mengangkut hasil tambang di dalam kawasan
hutan tanpa Perizinan dari Pemerintah;

b. melakukan kegiatan penambangan di dalam
kawasan hutan tanpa Perizinan dari Pemerintah;

c. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil
tambang yang berasal dari kegiatan penambangan
di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan dari
Pemerintah;


d. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau
menyimpan hasil tambang yang berasal dari
kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan
tanpa Perizinan dari Pemerintah; dan/atau

e. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil
tambang dari kegiatan penambangan di dalam
kawasan hutan tanpa Perizinan dari Pemerintah.

(2) Setiap orang dilarang:

a. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya
yang lazim atau patut diduga akan digunakan
untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau
mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan
tanpa Perizinan dari Pemerintah;

b. melakukan kegiatan perkebunan tanpa Perizinan
dari Pemerintah Pusat di dalam kawasan hutan;

c. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil
perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan
di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan dari
Pemerintah;

d. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau
menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan
tanpa Perizinan dari Pemerintah; dan/atau

e. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil
kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan dari Pemerintah.

6. Di antara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 17A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17A

(1) Orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam
dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5
(lima) tahun secara terus menerus yang melakukan
pelanggaran terhadap Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf
c, dan/atau huruf d dikenai sanksi administratif.

(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dikecualikan terhadap:

a. orang perseorangan atau kelompok masyarakat
yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di
sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima)
tahun secara terus-menerus dan terdaftar dalam
kebijakan penataan Kawasan Hutan; atau


b. orang perseorangan yang telah mendapatkan
sanksi sosial atau sanksi adat.

7. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 18

(1) Selain dikenai sanksi pidana, pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf a, huruf b, huruf c, Pasal 17 ayat (1) huruf b,
huruf c, huruf e, atau Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf
c, atau huruf e serta kegiatan lain di kawasan hutan
tanpa Perizinan Berusaha yang dilakukan oleh badan
hukum atau korporasi dikenai sanksi administratif
berupa:

a.teguran tertulis:

b.paksaan pemerintah

c. denda administratif;

d.pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau

e. pencabutan Perubahan Perizinan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

8. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 24

Setiap orang dilarang:

a. memalsukan Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
hasil hutan dan/atau penggunaan kawasan hutan;

b. menggunakan Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
hasil hutan palsu dan/atau penggunaan kawasan
hutan; dan/atau

c. memindahtangankan atau menjual Perizinan Berusaha
terkait pemanfaatan hasil hutan dari Pemerintah.

9. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 28

Setiap pejabat dilarang:


a. menerbitkan Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan
hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai
dengan kewenangannya;

b. menerbitkan Perizinan Berusaha di dalam kawasan
hutan dan/atau Perizinan Berusaha terkait
penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. melindungi pelaku pembalakan liar dan/atau
penggunaan kawasan hutan secara tidak sah;

d. ikut serta atau membantu kegiatan pembalakan liar
dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak
sah;

e. melakukan permufakatan untuk terjadinya
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan
secara tidak sah;

f. menerbitkan surat keterangan sahnya hasil hutan
tanpa hak;

g. dengan sengaja melakukan pembiaran dalam
melaksanakan tugas; dan/atau

h. lalai dalam melaksanakan tugas.

10. Ketentuan Pasal 53 dihapus.

11. Ketentuan Pasal 54 dihapus.

12. Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 82

(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:

a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan
hutan yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha
terkait pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf a;

b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan
hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf b; dan/atau

c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan
hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf c,


dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat
tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan
kurang dari 5 (lima) tahun dan tidak terus menerus,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat
3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
pidana denda paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus
ribu rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

(3) Korporasi yang:

a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan
hutan yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha
terkait pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf a;

b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan
hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b;
dan/atau

c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan
hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf c,

Dipidana bagi:

1. pengurusnya dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah); dan/atau

2. korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari
denda pidana yang dijatuhkan.

13. Ketentuan Pasal 83 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 83

(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:


kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d;

b. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan
kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat
keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf e; dan/atau

c. memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga
berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf h,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana
denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah).

(2) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya:

a. memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut,
menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di
kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d;

b. mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan
kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat
keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf e; dan/atau

c. memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga
berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf h,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8
(delapan) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun serta
pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).

(3) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c dan ayat (2) huruf c dilakukan oleh orang
perseorangan yang bertempat tinggal di dalam
dan/atau di sekitar kawasan hutan paling lama 5 (lima)
tahun dan tidak secara terus menerus, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling
sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

(4) Korporasi yang:


kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d;

b. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan
kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat
keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf e; dan/atau

c. memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga
berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf h,

dipidana dengan pidana penjara bagi pengurusnya
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)
dan/atau korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari
denda pokoknya.

(5) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban
pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
serta pidana denda.

14. Ketentuan Pasal 84 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 84

(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja membawa
alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang,
memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan
hutan tanpa Perizinan Berusaha dari pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat

1 (tahun) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya
membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk
menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam
kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pejabat
yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal

12 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 8 (delapan) bulan dan paling lama 2 (dua)
tahun serta pidana denda paling sedikit
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


(3) Korporasi yang membawa alat-alat yang lazim
digunakan untuk menebang, memotong, atau
membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan Berusaha dari pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf f
dipidana bagi:

a. pengurusnya dengan pidana penjara paling singkat

2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah); dan/atau

b. korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari denda
pidana yang dijatuhkan.

15. Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 85

(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja membawa
alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim
atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut
hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan
Berusaha dari pejabat yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf g dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling
sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).

(2) Korporasi yang membawa alat-alat berat dan/atau alat-
alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan
digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam
kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari pejabat
yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf g dipidana bagi:

a. pengurusnya pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah); dan/atau

b. korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari denda
pidana yang dijatuhkan.


16. Ketentuan Pasal 92 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 92

(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:

a. melakukan kegiatan perkebunan tanpa Perizinan
dari Pemerintah Pusat di dalam kawasan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
huruf b; dan/atau

b. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya
yang lazim atau patut diduga akan digunakan
untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau
mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan
tanpa Perizinan dari Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Korporasi yang:

a. melakukan kegiatan perkebunan tanpa Perizinan
di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b; dan/atau

b. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat
lainnya yang lazim atau patut diduga akan
digunakan untuk melakukan kegiatan perkebunan
dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam
kawasan hutan tanpa Perizinan dari Pemerintah
Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat

(2) huruf a,

dipidana dengan pidana penjara bagi pengurusnya
paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun serta pidana denda paling sedikit
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan
paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah) dan/atau bagi korporasi dikenakan pemberatan
1/3 dari denda pokoknya.

17. Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 93

(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:


a. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil
perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan
di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
huruf c;

b. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau
menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan
tanpa Perizinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) huruf d; dan/atau

c. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil
kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (2) huruf e,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana
denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar
lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya:

a. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil
perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan
di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
huruf c;

b. menjual, menguasai, memiliki dan/atau
menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan
tanpa Perizinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) huruf d; dan/atau

c. membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil
kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (2) huruf e.

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana
denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

(3) Korporasi yang:

a. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil
perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan


di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c;

b. menjual, menguasai, memiliki dan/atau
menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan
tanpa Perizinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) huruf d; dan/atau

c. membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil
kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (2) huruf e,

dipidana dengan pidana penjara bagi pengurusnya
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)
dan/atau korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari
denda pidana yang dijatuhkan.

18. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 96

(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:

a. memalsukan Perizinan Berusaha terkait
pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau
penggunaan kawasan hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf a;

b. menggunakan Perizinan Berusaha terkait
pemanfaatan hasil hutan kayu palsu dan/atau
penggunaan kawasan hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf b; dan/atau

c. memindahtangankan atau menjual Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf c,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana
denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah).

(2) Korporasi yang:

a. memalsukan Perizinan Berusaha terkait
pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau


penggunaan kawasan hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf a;

b. menggunakan Perizinan Berusaha terkait
pemanfaatan hasil hutan kayu palsu dan/atau
penggunaan kawasan hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf b; dan/atau

c. memindahtangankan atau menjual Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
huruf c,

dipidana bagi:

1. pengurusnya dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).

2. korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari denda
pidana yang dijatuhkan.

19. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 105

Setiap pejabat yang:

a. menerbitkan Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan
hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai
dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 huruf a;

b. menerbitkan Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
hasil hutan kayu dan/atau Perizinan Berusaha terkait
penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf b;

c. melindungi pelaku pembalakan liar dan/atau
penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c;

d. ikut serta atau membantu kegiatan pembalakan liar
dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak
sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d;

e. melakukan permufakatan untuk terjadinya
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan


hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf e;

f. menerbitkan surat keterangan sahnya hasil hutan
tanpa hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf f; dan/atau

g. dengan sengaja melakukan pembiaran dalam
melaksanakan tugas sehingga terjadi tindak pidana
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf g,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).

20. Di antara Pasal 110 dan Pasal 111 disisipkan 2 (dua) pasal
yakni Pasal 110A dan Pasal 110B sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 110A

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang
telah terbangun dan memiliki perizinan di dalam
kawasan hutan sebelum berlakunya Undang-Undang
ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling
lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini
berlaku.

(2) Jika setelah lewat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya
undang-undang ini tidak menyelesaikan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
administratif, berupa:

a. penghentian sementara kegiatan usaha;

b. pembayaran denda administatif; dan/atau

c. pencabutan izin.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis,
besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 110B

(1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf


b, huruf c, huruf e, atau Pasal 17 ayat (2) huruf b,
huruf c, atau huruf e, atau kegiatan lain di kawasan
hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang
dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang ini
dikenai sanksi administratif, berupa:

a. penghentian sementara kegiatan usaha;

b. denda; dan/atau

c. paksaan pemerintah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis,
besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

21. Ketentuan Pasal 111 dihapus.

22. Ketentuan Pasal 112 dihapus.