<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>
Revisi | Revisi 905[Daftar Isi] |
Bab | BAB III Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha |
Bagian | Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi |
Paragraf | Paragraf 3 Pertanian |
Judul | Pasal 31 |
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 241, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4043) diubah: 1. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 19 (1) Setiap Orang dilarang mengalihfungsikan Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan budi daya Pertanian. (2) Dalam hal untuk kepentingan umum dan/atau proyek strategis nasional, Lahan budi daya Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihfungsikan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pengalihfungsian Lahan budi daya Pertanian untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan syarat: a. dilakukan kajian strategis; b. disusun rencana alih fungsi lahan; c. dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik; dan/atau d. disediakan Lahan pengganti terhadap Lahan budi daya Pertanian. (4) Alih fungsi Lahan budi daya Pertanian untuk kepentingan umum dan/atau proyek strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilaksanakan pada Lahan Pertanian yang telah memiliki jaringan pengairan lengkap wajib menjaga fungsi jaringan pengairan lengkap. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengalihfungsian Lahan budi daya Pertanian diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: (1) Pelaku Usaha yang menggunakan Lahan hak ulayat yang tidak melakukan musyawarah dengan masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat untuk memperoleh persetujuan, dikenakan sanksi administratif berupa: a. penghentian sementara kegiatan; b. pengenaan denda administratif; c. paksaan Pemerintah; d. pembekuan perizinan berusaha; dan/atau e. pencabutan perizinan berusaha. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 3. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 32 (1) Pengadaan Benih unggul melalui pemasukan dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dilakukan setelah mendapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. (2) Pengeluaran Benih unggul dari wilayah Negara Republik Indonesia dapat dilakukan oleh Pelaku Usaha berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. (3) Dalam hal pemasukan dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengeluaran Benih unggul dari wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh instansi pemerintah, harus mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 4. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 43 Pengeluaran Tanaman, Benih Tanaman, Benih Hewan, Bibit Hewan, dan hewan dari wilayah Negara Republik Indonesia oleh Setiap Orang dapat dilakukan jika keperluan dalam negeri telah terpenuhi setelah mendapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. 5. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 44 (1) Pemasukan Tanaman, Benih Tanaman, Benih Hewan, Bibit Hewan, dan hewan dari luar negeri dapat dilakukan untuk: a. meningkatkan mutu dan keragaman genetik; b. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau c. memenuhi keperluan di dalam negeri. (2) Pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan. (3) Setiap Orang yang melakukan pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. (4) Dalam hal pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah, harus mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat. 6. Ketentuan Pasal 86 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 86 (1) Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) yang melakukan Usaha Budi Daya Pertanian di atas skala tertentu wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. (2) Pemerintah Pusat dilarang memberikan Perizinan Berusaha terkait Usaha Budi Daya Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas tanah hak ulayat masyarakat hukum adat. (3) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan dalam hal telah dicapai persetujuan antara masyarakat hukum adat dan Pelaku Usaha. 7. Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 102 (1) Sistem informasi Pertanian mencakup pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penyajian, serta penyebaran data Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. (2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban membangun, menyusun, dan mengembangkan sistem informasi Pertanian yang terintegrasi. (3) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit digunakan untuk keperluan: a. perencanaan b. pemantauan dan evaluasi; c. pengelolaan pasokan dan permintaan produk Pertanian; dan d. pertimbangan penanaman modal. (4) Kewajiban Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh pusat data dan informasi. (5) Pusat data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berkewajiban melakukan pemutakhiran data dan informasi Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan secara akurat dan dapat diakses oleh masyarakat. (6) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh Pelaku Usaha dan masyarakat. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 8. Ketentuan Pasal 108 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 108 (1) Sanksi administratif dikenakan kepada: a. Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), Pasal 28 ayat (3), Pasal 43, Pasal 44 ayat (2) atau ayat (3), Pasal 66 ayat (2), Pasal 7l ayat (3), Pasal 76 ayat (3), atau Pasal 79; b. Pelaku Usaha dan/atau instansi pemerintah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 18 ayat (2), Pasal 32 ayat (1), ayat (2) atau ayat (3); atau c. Produsen dan/atau distributor yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1). (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran tertulis; b. denda administratif; c. penghentian sementara kegiatan usaha; d. penarikan produk dari peredaran; e. pencabutan izin; dan/atau f. penutupan usaha. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda dan tata cara pengenaan sanks administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 9. Ketentuan Pasal 111 dihapus. |