Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 905[Daftar Isi]
Bab BAB III Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha
Bagian Bagian Ketiga Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dan Pengadaan Lahan
Paragraf Paragraf 4 Persetujuan Bangunan Gedung dan Sertifikat Laik Fungsi
Judul Pasal 24
  Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4247) diubah:

1. Ketentuan Pasal 1 angka 11, angka 14, dan angka 15
diubah, disisipkan 3 (tiga) angka baru, yakni angka 16,
angka 17, dan angka 18 sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di
dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk
hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,
kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun
kegiatan khusus.
2. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan
pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis
dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian, dan pem-bongkaran.
3. Pemanfaatan bangunan gedung adalah kegiatan
memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi
yang telah ditetapkan, termasuk kegiatan pemeliharaan,
perawatan, dan pemeriksaan secara berkala.
4. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan
bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar
selalu laik fungsi.
5. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau
mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan
bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar
bangunan gedung tetap laik fungsi.
6. Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan
keandalan seluruh atau sebagian bangunan gedung,
komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan
sarananya dalam tenggang waktu tertentu guna
menyatakan kelaikan fungsi bangunan gedung.
7. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran,
serta pemeliharaan bangunan gedung dan
lingkungannya untuk mengembalikan keandalan
bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai
dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.
8. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau
merobohkan seluruh atau sebagian bangunan gedung,
komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan
sarananya.
9. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum,
kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut
hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
10. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan
gedung dan/atau bukan pemilik bangunan gedung
berdasarkan kesepa-katan dengan pemilik bangunan
gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola
bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai
dengan fungsi yang ditetapkan.
11. Pengkaji Teknis adalah orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak
berbadan hukum, yang mempunyai sertifikat kompetensi
kerja kualifikasi ahli atau sertifikat badan usaha untuk
melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan fungsi
Bangunan Gedung.
12. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan
hukum atau usaha, dan lembaga atau organisasi yang
kegiatannya di bidang bangunan gedung, termasuk
masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang
berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan
gedung.
13. Prasarana dan sarana bangunan gedung adalah fasilitas
kelengkapan di dalam dan di luar bangunan gedung
yang mendukung pemenuhan terselenggaranya fungsi
bangunan gedung.
14. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil Presiden dan
menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
15. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
16. Penyedia Jasa Konstruksi adalah pemberi layanan Jasa
Konstruksi.
17. Profesi Ahli adalah seseorang yang telah memenuhi
standar kompetensi dan ditetapkan oleh lembaga yang
diakreditasi oleh Pemerintah Pusat.
18. Penilik Bangunan Gedung yang selanjutnya disebut
Penilik adalah orang perseorangan yang memiliki
kompetensi, yang diberi tugas oleh Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya untuk
melakukan inspeksi terhadap penyelenggaraan
Bangunan Gedung.

2. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 5

(1) Setiap bangunan gedung memiliki fungsi dan klasifikasi
bangunan gedung.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi dan klasifikasi
bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 harus sesuai dengan peruntukan lokasi
yang diatur dalam RDTR.
(2) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dicantumkan dalam Persetujuan Bangunan
Gedung.
(3) Perubahan fungsi bangunan gedung harus
mendapatkan persetujuan kembali dari Pemerintah
Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh
Persetujuan Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 6

4. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 7

(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi standar
teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan
klasifikasi bangunan gedung.
(2) Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah
dan/atau air untuk bangunan gedung harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal bangunan gedung merupakan bangunan
gedung adat dan cagar budaya, bangunan gedung
mengikuti ketentuan khusus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

5. Ketentuan Pasal 8 dihapus.

6. Ketentuan Pasal 9 dihapus.

7. Ketentuan Pasal 10 dihapus.

8. Ketentuan Pasal 11 dihapus.

9. Ketentuan Pasal 12 dihapus.

10. Ketentuan Pasal 13 dihapus.

11. Ketentuan Pasal 14 dihapus.

12. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 15

(1) Penerapan pengendalian dampak lingkungan hanya
berlaku bagi bangunan gedung yang dapat
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
(2) Pengendalian dampak lingkungan pada bangunan
gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

13. Ketentuan Pasal 16 dihapus.

14. Ketentuan Pasal 17 dihapus.

15. Ketentuan Pasal 18 dihapus.

16. Ketentuan Pasal 19 dihapus.

17. Ketentuan Pasal 20 dihapus.

18. Ketentuan Pasal 21 dihapus.

19. Ketentuan Pasal 22 dihapus.

20. Ketentuan Pasal 23 dihapus.

21. Ketentuan Pasal 24 dihapus.

22. Ketentuan Pasal 25 dihapus.

23. Ketentuan Pasal 26 dihapus.

24. Ketentuan Pasal 27 dihapus.

25. Ketentuan Pasal 28 dihapus.

26. Ketentuan Pasal 29 dihapus.

27. Ketentuan Pasal 30 dihapus.

28. Ketentuan Pasal 31 dihapus.

29. Ketentuan Pasal 32 dihapus.

30. Ketentuan Pasal 33 dihapus.

31. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 34

(1) Penyelenggaraan bangunan gedung meliputi kegiatan
pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, dan
pembongkaran.
(2) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelenggara
berkewajiban memenuhi standar teknis bangunan
gedung.
(3) Penyelenggara bangunan gedung terdiri atas pemilik
bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, profesi
ahli, Penilik, pengkaji teknis, dan pengguna bangunan
gedung.
(4) Dalam hal terdapat perubahan standar teknis
bangunan gedung, pemilik bangunan gedung yang
belum memenuhi standar teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tetap harus memenuhi
ketentuan standar teknis secara bertahap.

32. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 35

(1) Pembangunan bangunan gedung diselenggarakan
melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan.
(2) Pembangunan bangunan gedung dapat dilakukan, baik
di tanah milik sendiri maupun di tanah milik pihak
lain.
(3) Pembangunan bangunan gedung di atas tanah milik
pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara
pemilik tanah dan pemilik bangunan gedung.
(4) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan oleh penyedia jasa perencana
konstruksi yang memenuhi syarat dan standar
kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Penyedia jasa perencana konstruksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) harus merencanakan
bangunan gedung dengan acuan standar teknis
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (1).
(6) Dalam hal bangunan gedung direncanakan tidak sesuai
standar teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1), harus dilengkapi hasil pengujian untuk
mendapatkan persetujuan rencana teknis dari
Pemerintah Pusat.
(7) Hasil perencanaan harus dikonsultasikan dengan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat untuk mendapatkan pernyataan pemenuhan
standar teknis bangunan gedung.
(8) Dalam hal perencanaan bangunan gedung yang
menggunakan prototipe yang ditetapkan Pemerintah
Pusat, perencanaan bangunan gedung tidak
memerlukan kewajiban konsultasi dan tidak
memerlukan pemeriksaan pemenuhan standar.

33. Ketentuan Pasal 36 dihapus.

34. Di antara pasal 36 dan 37 disisipkan 2 (dua) pasal yakni:

a. Pasal 36A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 36A

(1) Pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) dilakukan setelah
mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperoleh setelah mendapatkan pernyataan
pemenuhan standar teknis bangunan gedung dari
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
kewenangannya berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimohonkan kepada Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui
sistem elektronik yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Pusat.
b. Pasal 36B yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 36B

(1) Pelaksanaan bangunan gedung dilakukan oleh
penyedia jasa pelaksana konstruksi yang memenuhi
syarat dan standar kompetensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyedia jasa pengawasan atau manajemen
konstruksi melakukan kegiatan pengawasan dan
bertanggung jawab untuk melaporkan setiap
tahapan pekerjaan.
(3) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
kewenangannya berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat melakukan inspeksi pada setiap
tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sebagai pengawasan yang dapat menyatakan lanjut
atau tidaknya pekerjaan konstruksi ke tahap
berikutnya.
(4) Tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi:
a. pekerjaan struktur bawah;
b. pekerjaan basemen jika ada;
c. pekerjaan struktur atas; dan
d. pengujian

(5) Dalam melaksanakan inspeksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya
menugaskan Penilik berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
(6) Dalam hal proses pelaksanaan diperlukan adanya
perubahan dan/atau penyesuaian terhadap rencana
teknis, penyedia jasa perencana wajib melaporkan
kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
sesuai kewenanganya untuk mendapatkan
persetujuan sebelum pelaksanaan perubahan dapat
dilanjutkan, berdasarkan norma, standar, prosedur,
dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

35. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
(1) Pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh pemilik
dan/atau pengguna bangunan gedung setelah
bangunan gedung tersebut mendapatkan sertifikat laik
fungsi.
(2) Sertifikat laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterbitkan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah sesuai kewenangannya berdasarkan surat
pernyataan kelaikan fungsi yang diajukan oleh
Penyedia Jasa Pengawasan atau Manajemen Konstruksi
kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
sesuai kewenangannya melalui sistem elektronik yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, berdasarkan
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.
(3) Surat pernyataan kelaikan fungsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diterbitkan setelah inspeksi
tahapan terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36B ayat (4) huruf d yang menyatakan bangunan
gedung memenuhi standar teknis bangunan gedung.
(4) Penerbitan sertifikat laik fungsi bangunan gedung
dilakukan bersamaan dengan penerbitan surat bukti
kepemilikan bangunan gedung.
(5) Pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara
berkala pada bangunan gedung harus dilakukan untuk

Pasal 37

memastikan bangunan gedung tetap memenuhi
persyaratan laik fungsi.
(6) Dalam pemanfaatan bangunan gedung, pemilik
dan/atau pengguna bangunan gedung mempunyai hak
dan kewajiban sebagaimana diatur dengan Undang-
Undang ini.

36. Di antara pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 37A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 37A

Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pemanfaatan bangunan gedung diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

37. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:


Pasal 39

(1) Bangunan gedung dapat dibongkar apabila:
a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
b. berpotensi menimbulkan bahaya dalam
pemanfaatan bangunan gedung dan/atau
lingkungannya;
c. tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung; atau
d. ditemukan ketidaksesuaian antara pelaksanaan
dengan rencana teknis bangunan gedung yang
tercantum dalam persetujuan saat dilakukan
inspeksi bangunan gedung.
(2) Bangunan gedung yang dapat dibongkar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan hasil pengkajian
teknis dan berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(3) Pengkajian teknis bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), kecuali untuk rumah tinggal,
dilakukan oleh pengkaji teknis.
(4) Pembongkaran bangunan gedung yang mempunyai
dampak luas terhadap keselamatan umum dan
lingkungan harus dilaksanakan berdasarkan rencana
teknis pembongkaran yang telah disetujui oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembongkaran bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

38. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
a. mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Pusat
atas rencana teknis bangunan gedung yang telah
memenuhi persyaratan;
b. melaksanakan pembangunan bangunan gedung
sesuai dengan persetujuan yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat;
c. mendapatkan surat ketetapan bangunan gedung
dan/atau lingkungan yang dilindungi dan
dilestarikan dari Pemerintah Pusat;
d. mendapatkan insentif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang Cagar Budaya;
e. mengubah fungsi bangunan setelah mendapat
persetujuan dari Pemerintah Pusat; dan
f. mendapatkan ganti rugi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dalam hal
bangunan gedung dibongkar oleh Pemerintah Pusat
bukan karena kesalahan pemilik bangunan gedung.
a. menyediakan rencana teknis bangunan gedung
yang memenuhi standar teknis bangunan gedung
yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya;
b. memiliki Persetujuan Bangunan Gedung;
c. melaksanakan pembangunan bangunan gedung
sesuai dengan rencana teknis;
d. mendapat pengesahan dari Pemerintah Pusat atas
perubahan rencana teknis bangunan gedung yang
terjadi pada tahap pelaksanaan bangunan; dan
e. menggunakan penyedia jasa perencana, pelaksana,
pengawas, dan pengkajian teknis yang memenuhi

Pasal 40

(1) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik
bangunan gedung mempunyai hak:

(2) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik
bangunan gedung mempunyai kewajiban:

syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan untuk melaksanakan pekerjaan terkait
bangunan gedung.

39. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:


Pasal 41

(1) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik
dan/atau pengguna bangunan gedung mempunyai hak:
a. mengetahui tata cara penyelenggaraan bangunan
gedung;
b. mendapatkan keterangan tentang peruntukan
lokasi dan intensitas bangunan pada lokasi
dan/atau ruang tempat bangunan akan dibangun;
c. mendapatkan keterangan mengenai standar teknis
bangunan gedung; dan/atau
d. mendapatkan keterangan mengenai bangunan
gedung dan/atau lingkungan yang harus dilindungi
dan dilestarikan.
(2) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik
dan/atau pengguna bangunan gedung mempunyai
kewajiban:


a. memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan
fungsinya;

b. memelihara dan/atau merawat bangunan gedung
secara berkala;
c. melengkapi pedoman/petunjuk pelaksanaan
pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan gedung;
d. melaksanakan pemeriksaan secara berkala atas
kelaikan fungsi bangunan gedung;
e. memperbaiki bangunan gedung yang telah
ditetapkan tidak laik fungsi; dan
f. membongkar bangunan gedung dalam hal:


1. telah ditetapkan tidak laik fungsi dan tidak
dapat diperbaiki;

2. berpotensi menimbulkan bahaya dalam
pemanfaatannya;

3. tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung;
atau

4. ditemukan ketidaksesuaian antara pelaksanaan
dengan rencana teknis bangunan gedung yang
tercantum dalam persetujuan saat dilakukan
inspeksi bangunan gedung.

(3) Kewajiban membongkar bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f
dilaksanakan dengan tidak menganggu keselamatan
dan ketertiban umum.

40. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:


Pasal 43

(1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
kewenangannya berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat, menyelenggarakan pembinaan bangunan gedung
secara nasional untuk meningkatkan pemenuhan
persyaratan dan tertib penyelenggaraan bangunan
gedung.
(2) Sebagian penyelenggaraan dan pelaksanaan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
bersama-sama dengan masyarakat yang terkait dengan
bangunan gedung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan bangunan
gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

41. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 44

Setiap pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi,
profesi ahli, penilik bangunan, pengkaji teknis, dan/atau
pengguna bangunan gedung pemilik dan/atau pengguna
yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi,
dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang ini dikenai sanksi administratif.

42. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 45

(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 dapat berupa:

a. peringatan tertulis,

b. pembatasan kegiatan pembangunan,

c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan
pelaksanaan pembangunan,

d. penghentian sementara atau tetap pada
pemanfaatan bangunan gedung;

e. pembekuan persetujuan bangunan gedung;

f. pencabutan persetujuan bangunan gedung;

g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;

h. pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
atau

i. perintah pembongkaran bangunan gedung.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

43. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 46

(1) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung
yang tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang
ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak 10% (sepuluh per
seratus) dari nilai bangunan, jika karenanya
mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.
(2) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung
yang tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang
ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun atau denda paling banyak 15% (lima belas
per seratus) dari nilai bangunan gedung, jika karenanya
mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang
mengakibatkan cacat seumur hidup.
(3) Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung
yang tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang
ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak 20% (dua puluh per
seratus) dari nilai bangunan gedung, jika karenanya
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
(4) Dalam proses peradilan atas tindakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) hakim
memperhatikan pertimbangan dari profesi ahli.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

44. Di antara Pasal 47 dan Pasal 48 disisipkan 1 (satu) pasal
yakni Pasal 47A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 47A

(1) Pemerintah Pusat menetapkan prototipe bangunan
gedung sesuai kebutuhan.
(2) Prototipe bangunan gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diutamakan untuk bangunan gedung
sederhana yang umum digunakan masyarakat.
(3) Prototipe bangunan gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan paling lama 6 bulan sejak
Undang-Undang ini diundangkan.