Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 905[Daftar Isi]
Bab BAB VIII PENGADAAN TANAH
Bagian Bagian Kedua Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Paragraf
Judul Pasal 123
  Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5280) diubah:

1. Ketentuan Pasal 8 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 8

(1) Pihak yang Berhak dan pihak yang menguasai Objek
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum wajib
mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang ini.

(2) Dalam hal rencana Pengadaan Tanah, terdapat Objek
Pengadaan Tanah yang masuk dalam kawasan hutan,
tanah kas desa, tanah wakaf, tanah ulayat/tanah adat,
dan/atau tanah aset Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha
Milik Daerah, proses penyelesaian status tanahnya
harus dilakukan sampai dengan penetapan lokasi.

(3) Penyelesaian perubahan kawasan hutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui mekanisme
pelepasan kawasan hutan atau pinjam pakai kawasan
hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang kehutanan.

(4) Perubahan obyek Pengadaan Tanah yang masuk dalam
kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
khususnya untuk proyek prioritas Pemerintah Pusat,
dilakukan melalui mekanisme:

a. pelepasan kawasan hutan, dalam hal Pengadaan
Tanah dilakukan oleh instansi; atau

b. pelepasan kawasan hutan atau pinjam pakai
kawasan hutan, dalam hal Pengadaan Tanah
dilakukan oleh swasta.

2. Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 10

Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk pembangunan:

a. pertahanan dan keamanan nasional;

b. jalan umum, jalan tol terowongan, jalur kereta api,
stasiun kereta api dan fasilitas operasi kereta api;

c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air dan
sanitasi dan bangunan pengairan lainnya;

d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;

e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;


f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan/atau
distribusi tenaga listrik;

g. jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah;

h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;

i. rumah sakit Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah;

j. fasilitas keselamatan umum;

k. tempat pemakaman umum Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah;

l. fasilitas sosial, fasilitas umum dan ruang terbuka
hijau publik;

m. cagar alam dan cagar budaya;

n. Kantor Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau
Desa;

o. penataan pemukiman kumuh perkotaan dan/atau
konsolidasi tanah serta perumahan untuk masyarakat
berpenghasilan rendah dengan status sewa termasuk
untuk pembangunan rumah umum dan rumah
khusus;

p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah;

q. prasarana olahraga Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah;

r. pasar umum dan lapangan parkir umum;

s. Kawasan Industri Hulu dan Hilir Minyak dan Gas
yang diprakarsai dan/atau dikuasai oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha milik Negara,
atau badan usaha milik daerah;

t. Kawasan Ekonomi Khusus yang diprakarsai dan/atau
dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik
Daerah; Disetujui Timus 22.45

u. Kawasan Industri yang diprakarsai dan/atau dikuasai
oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, Badan
Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah;

v. Kawasan Pariwisata yang diprakarsai dan dikuasai
oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan
Usaha Milik Negara,, atau Badan Usaha Milik Daerah;

w. Kawasan Ketahanan Pangan yang diprakarsai
dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha
Milik Daerah; dan

x. Kawasan pengembangan teknologi yang diprakarsai
dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha
Milik Daerah.

3. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:


Pasal 14

(1) Instansi yang memerlukan tanah membuat
perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan
Umum dengan melibatkan kementerian/lembaga yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(2) Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan
Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan
prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis,
dan/atau Rencana Kerja Pemerintah/instansi yang
bersangkutan.

4. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 19

(1) Konsultasi Publik rencana pembangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dilaksanakan untuk
mendapatkan kesepakatan lokasi rencana
pembangunan dari:

c. Pihak yang Berhak;

d. Pengelola; dan

e. Pengguna Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah.

(2) Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan melibatkan Pihak yang Berhak,
Pengelola, pengguna Barang Milik Negara/Barang Milik
Daerah dan masyarakat yang terkena dampak serta
dilaksanakan di tempat rencana pembangunan untuk
Kepentingan Umum atau di tempat yang disepakati.

(3) Pelibatan Pihak yang Berhak, Pengelola, dan pengguna
Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui
perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh Pihak
yang Berhak, Pengelola, dan pengguna Barang Milik
Negara/Barang Milik Daerah atas lokasi rencana
pembangunan.

(4) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan.

(5) Atas dasar kesepakatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Instansi yang memerlukan tanah mengajukan
permohonan penetapan lokasi kepada gubernur.

(6) Gubernur menetapkan lokasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
Hari terhitung sejak diterimanya pengajuan
permohonan penetapan oleh Instansi yang memerlukan
tanah.


(7) Dalam hal Pihak yang Berhak, pengelola, dan pengguna
Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah tidak
menghadiri konsultasi publik setelah diundang 3 (tiga)
kali secara patut, dianggap menyetujui rencana
pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai Konsultasi Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

5. Di antara Pasal 19 dan Pasal 20 disisipkan 3 (tiga) pasal
yakni Pasal 19A, Pasal 19B, dan Pasal 19C sehingga
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19A

(1) Dalam rangka efisiensi dan efektifitas, pengadaan
tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak
lebih dari 5 (lima) hektar, dapat dilakukan langsung
oleh instansi yang memerlukan tanah dengan Pihak
yang Berhak.

(2) Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai
dengan kesesuaian tata ruang wilayah.

Pasal 19B

Dalam hal pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang
luasnya kurang dari 5 (lima) hektar yang dilakukan
langsung antara Pihak yang Berhak dengan instansi yang
memerlukan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19A
ayat (1), penetapan lokasi dilakukan oleh Bupati/Wali kota.

Pasal 19C

Setelah penetapan lokasi pengadaan tanah tidak diperlukan
lagi persyaratan:

a. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;

b. pertimbangan teknis;

c. di luar kawasan hutan dan di luar kawasan
pertambangan;

d. di luar kawasan gambut/sempadan pantai; dan

e. analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

6. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga, berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 24

(1) Penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan
Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6)
atau Pasal 22 ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 3
(tiga) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.


(2) Permohonan perpanjangan waktu penetapan lokasi
disampaikan paling singkat 6 (enam) bulan sebelum
masa berlaku penetapan lokasi berakhir.

7. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 28

(1) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a meliputi
kegiatan:

a. pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah;
dan

b. pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah.

(2) Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) Hari.

(3) Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dapat dilakukan oleh surveyor berlisensi.

8. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 34

(1) Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 merupakan
nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi
pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26.

(2) Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil
penilaian Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Lembaga Pertanahan disertai
dengan berita acara.

(3) Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil
penilaian Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersifat final dan mengikat.

(4) Besarnya nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dijadikan dasar untuk menetapkan
bentuk Ganti Kerugian.

(5) Musyawarah penetapan Ganti Kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh Ketua
Pelaksana Pengadaan Tanah bersama dengan Penilai
dengan para Pihak yang Berhak.

9. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 36


(1) Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam
bentuk:

a. uang;

b. tanah pengganti;

c. pemukiman kembali;

d. kepemilikan saham; atau

e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberian Ganti
Kerugian dalam bentuk tanah pengganti, pemukiman
kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

10. Penjelasan Pasal 40 diubah sebagaimana tercantum dalam
Penjelasan.

11. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 42

(1) Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk
dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil
musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,
atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Ganti Kerugian
dititipkan di pengadilan negeri setempat.

(2) Penitipan Ganti Kerugian selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan juga terhadap:

a. Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian tidak
diketahui keberadaannya; atau

b. obyek pengadaan tanah yang akan diberikan Ganti
Kerugian:

1) sedang menjadi obyek perkara di pengadilan;

2) masih dipersengketakan kepemilikannya;

3) diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang;
atau

4) menjadi jaminan di Bank.

(3) Pengadilan negeri paling lama dalam jangka waktu 14
(empat belas) Hari wajib menerima penitipan Ganti
Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2).

12. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 46

(1) Pelepasan Objek Pengadaan Tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) tidak
diberikan Ganti Kerugian, kecuali:

a. Objek Pengadaan Tanah yang dipergunakan sesuai
dengan tugas dan fungsi pemerintahan;


b. Objek Pengadaan Tanah yang dimiliki/dikuasai oleh
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik
Daerah; dan/atau

c. Objek Pengadaan Tanah kas desa;

(2) Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan
dalam bentuk tanah dan/atau bangunan atau relokasi.

(3) Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
diberikan dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36.

(4) Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah Kas Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat
diberikan dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36.

(5) Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dan ayat (3) didasarkan atas hasil penilaian Ganti
Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(2).

(6) Nilai Ganti Kerugian atas objek pengadanan tanah
berupa harta benda wakaf ditentukan sama dengan
nilai hasil penilaian Penilai atas harta benda wakaf
yang diganti