Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 905[Daftar Isi]
Bab BAB VI KEMUDAHAN BERUSAHA
Bagian Bagian Ketujuh Perpajakan
Paragraf
Judul Pasal 111
  Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa
kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4893) diubah
sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

(1) Yang menjadi subjek pajak adalah:

a. 1. orang pribadi;

2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak;

b. badan; dan

c. bentuk usaha tetap.

(1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang
perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek
pajak badan.

(2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam
negeri dan subjek pajak luar negeri.

(3) Subjek pajak dalam negeri adalah:

a. orang pribadi, baik yang merupakan Warga Negara
Indonesia maupun warga negara asing, yang:

1. bertempat tinggal di Indonesia;

2. berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan; atau


3. dalam suatu Tahun Pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia;

b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yang memenuhi kriteria:

1. pembentukannya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan;

2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah;

3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan

4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
fungsional negara; dan

c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.

(4) Subjek pajak luar negeri adalah:

a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia;

b. warga negara asing yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

c. Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi
persyaratan:

1. tempat tinggal;

2. pusat kegiatan utama;

3. tempat menjalankan kebiasan;

4. status subjek pajak; dan/atau

5. persyaratan tertentu lainnya,

yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;

d. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia,

yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia atau yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

(5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c, dan badan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa:

a. tempat kedudukan manajemen;

b. cabang perusahaan;


c. kantor perwakilan;

d. gedung kantor;

e. pabrik;

f. bengkel;

g. gudang;

h. ruang untuk promosi dan penjualan;

i. pertambangan dan penggalian sumber alam;

j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau
kehutanan;

l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai
atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60
(enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan;

n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas;

o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan

p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis
yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh
penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

(6) Tempat-tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan
badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal pajak menurut
keadaan yang sebenarnya.

2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-Undang ini;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan,
dan penghargaan;

c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena
pengalihan harta termasuk:


1. keuntungan karena pengalihan harta kepada
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal;

2. keuntungan karena pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu, atau anggota yang
diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya;

3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi
dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4. keuntungan karena pengalihan harta berupa
hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan
sebagian atau seluruh hak penambangan,
tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan;

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
tambahan pengembalian pajak;

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang;

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis;

h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;

j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali
sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah;

l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n. premi asuransi;

o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan
dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;


p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak;

q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

s. surplus Bank Indonesia.

(1a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), warga negara asing yang telah menjadi
subjek pajak dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan
hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari Indonesia, dengan ketentuan:

a. memiliki keahlian tertentu; dan

b. berlaku selama 4 (empat) Tahun Pajak yang dihitung
sejak menjadi subjek pajak dalam negeri.

(1b) Termasuk dalam pengertian penghasilan yang diterima
atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1a) berupa penghasilan yang diterima atau
diperoleh warga negara asing sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di
luar Indonesia.

(1c) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak
berlaku terhadap warga negara asing yang
memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda antara pemerintah Indonesia dengan
pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tempat warga
negara asing memperoleh penghasilan dari luar
Indonesia.

(1d) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian
tertentu serta tata cara pengenaan Pajak Penghasilan
bagi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada
ayat (1a) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat
final:

a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan
lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi;

b. penghasilan berupa hadiah undian;

c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas
lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di
bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal
ventura;

d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa
tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi,


usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan; dan

e. penghasilan tertentu lainnya,

yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat
yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia,
yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan
yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi,
atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan,

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan;

b. warisan;

c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh
badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

(1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;

d. penggantian atau imbalan berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa, yang dinikmati dalam bentuk
natura dan kenikmatan, dengan ketentuan, bahwa
yang memberikan penggantian adalah pemerintah
atau Wajib Pajak menurut Undang-Undang ini dan
Wajib Pajak yang memberikan penggantian
tersebut, sesuai ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf e, tidak boleh mengurangkan penggantian
tersebut sebagai biaya;

e. pembayaran dari perusahaan asuransi karena
kecelakaan, sakit atau karena meninggalnya orang
yang tertanggung, dan pembayaran asuransi
beasiswa;

f. dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan
sebagai berikut:


1. dividen yang berasal dari dalam negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak:

a) orang pribadi dalam negeri sepanjang
dividen tersebut diinvestasikan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jangka waktu tertentu; dan/atau

b) badan dalam negeri

2. Dividen yang berasal dari luar negeri dan
penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk
usaha tetap di luar negeri yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk
mendukung kebutuhan bisnis lainnya di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi
persyaratan berikut:

a) Dividen dan penghasilan setelah pajak yang
diinvestasikan tersebut paling sedikit sebesar
30% (tiga puluh persen) dari laba setelah
pajak: atau

b) dividen yang berasal dari badan usaha di
luar negeri yang sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan
di Indonesia sebelum Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak
atas dividen tersebut sehubungan dengan
penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang
ini.

3. Dividen yang berasal dari luar negeri
sebagaimana dimaksud pada angka 2
merupakan:

a) Dividen yang dibagikan berasal dari badan
usaha di luar negeri yang sahamnya
diperdagangkan di bursa efek; atau

b) Dividen yang dibagikan berasal dari badan
usaha di luar negeri yang sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek sesuai
dengan proporsi kepemilikan saham.

4. Dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada
angka 3 huruf b) dan penghasilan setelah pajak
dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 ,
diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia kurang dari 30% (tiga puluh
persen) dari jumlah laba setelah pajak
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a)
berlaku ketentuan:


a) atas dividen dan penghasilan setelah
pajak yang diinvestasikan tersebut,
dikecualikan dari pengenaan Pajak
Penghasilan;

b) atas selisih dari 30% (tiga puluh persen)
laba setelah pajak dikurangi dengan
dividen dan/atau penghasilan setelah
pajak yang diinvestasikan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) dikenai Pajak
Penghasilan;

c) atas sisa laba setelah pajak dikurangi
dengan dividen dan/atau penghasilan
setelah pajak yang diinvestasikan
sebagaimana dimaksud pada huruf a)
serta atas selisih sebagaimana dimaksud
pada huruf b), tidak dikenai Pajak
Penghasilan;

5. Dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada
angka 3 huruf b) dan penghasilan setelah pajak
dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri
sebagaimana dimaksud dalam angka 2,
diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebesar lebih dari 30% (tiga
puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a),
berlaku ketentuan:

a) atas dividen dan penghasilan setelah pajak
yang diinvestasikan tersebut, dikecualikan
dari pengenaan Pajak Penghasilan;

b) atas sisa laba setelah pajak dikurangi
dengan dividen dan/atau penghasilan
setelah pajak yang diinvestasikan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a),
tidak dikenai Pajak Penghasilan;

6. Dalam hal dividen yang berasal dari badan
usaha di luar negeri yang sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di
Indonesia setelah Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen
tersebut sehubungan dengan penerapan pasal

18 ayat (2) Undang-Undang ini, dividen
dimaksud tidak dikecualikan dari pengenaan
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada
angka 2.

7. Pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan
dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha
tetap yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri dikecualikan dari


pengenaan Pajak Penghasilan dalam hal
penghasilan tersebut diinvestasikan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam
jangka waktu tertentu dan memenuhi
persyaratan berikut:

a) penghasilan berasal dari usaha aktif di luar
negeri;

b) bukan penghasilan dari perusahaan yang
dimiliki di luar negeri.

8. Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau
terutang di luar negeri atas penghasilan
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan
angka 6 berlaku ketentuan:

a) tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak
Penghasilan yang terutang;

b) tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau
pengurang penghasilan; dan/atau

c) tidak dapat dimintakan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak.

9. Dalam hal Wajib Pajak tidak menginvestasikan
penghasilan dalam jangka waktu tertentu
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan
angka 6, berlaku ketentuan:

a) penghasilan dari luar negeri tersebut
merupakan penghasilan pada Tahun
pajak diperoleh; dan

b) Pajak atas penghasilan yang telah dibayar
atau terutang di luar negeri atas
penghasilan tersebut merupakan kredit
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 Undang-Undang ini.

10. Ketentuan lebih lanjut mengenai:

a) kriteria, tata cara dan jangka waktu
tertentu untuk investasi sebagaimana
dimaksud pada angka 2, angka 3 dan
angka 6;

b) tata cara pengecualian pengenaan pajak
penghasilan sebagaimana dimaksud pada
angka 2, angka 3 dan angka 6;

c) perubahan batasan dividen yang
diinvestasikan sebagaimana dimaksud
pada angka 4 dan angka 5,

diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;

h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana
pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g,


dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan

i. bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima
atau diperoleh anggota dari koperasi, perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma,
dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif;

j. dihapus;

k. penghasilan yang diterima atau diperoleh
perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah,
atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-
sektor usaha yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek
di Indonesia;

l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau
lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi
yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;

n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib
Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.

o. Dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
(BPIH) dan/atau BPIH khusus, dan penghasilan
dari pengembangan keuangan haji dalam bidang
atau instrumen keuangan tertentu, diterima Badan
Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang ketentuanya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;

p. sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau
lembaga sosial dan keagamaan yang terdaftar pada


instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial
dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut, atau ditempatkan sebagai dana abadi,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

q. keuntungan karena pengalihan harta orang pribadi,
harta anggota firma, perseroan komanditer atau
kongsi tersebut kepada perseroan terbatas di dalam
negeri sebagai pengganti sahamnya, dengan syarat:

1. pihak yang mengalihkan atau pihak-pihak yang
mengalihkan secara bersama-sama memiliki
paling sedikit 90% (sembilan puluh persen) dari
jumlah modal yang disetor;

2. pengalihan tersebut diberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak;

3. pengenaan pajak dikemudian hari atas
keuntungan tersebut dijamin.

3. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 26

(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan
untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua
puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib
membayarkan:

a. dividen;

b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;

c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta;

d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan;

e. hadiah dan penghargaan;

f.pensiun dan pembayaran berkala lainnya;

g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;
dan/atau

h. keuntungan karena pembebasan utang.

(1a) Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) adalah negara tempat tinggal
atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang
sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan
tersebut (beneficial owner).

(1b) Tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto
oleh pihak yang wajib membayarkan bunga termasuk
premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dapat diturunkan dengan
Peraturan Pemerintah.

(2) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta
di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2),
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri
selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi
asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi
luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari
perkiraan penghasilan neto.

(2a) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c)
dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari
perkiraan penghasilan neto.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (2a) diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.

(4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari
suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak
sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

(5) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (2a), dan ayat (4) bersifat final, kecuali:

a. pemotongan atas penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf
c; dan

b. pemotongan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang
berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri
atau bentuk usaha tetap.