Isi

<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>

Revisi Revisi 812[Daftar Isi]
Bab BAB III PENINGKATAN EKOSISTEM INVESTASI DAN KEGIATAN BERUSAHA
Bagian Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi
Paragraf Paragraf 10 Transportasi
Judul Pasal 56
  Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24
(1) Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha terkait prasarana perkeretapian umum.
(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat meliputi:
a. Pemerintah Pusat untuk penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintasi batas wilayah provinsi;
b. pemerintah provinsi untuk penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat; dan
c. pemerintah kabupaten/kota untuk penyelenggaraan perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya dalam wilayah kabupaten/kota setelah mendapat rekomendasi pemerintah provinsi dan persetujuan Pemerintah Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang Perizinan Berusaha terkait prasarana perkeretaapian umum diatur dalam Peraturan Pemerintah.
2. Di antara Pasal 24 dan Pasal 25 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 24A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24A
Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
3. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 28
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan sarana perkeretaapian tidak memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dikenai sanksi administratif.
4. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1) Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum wajib memenuhi Perizinan Berusaha.
(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat meliputi:
a. Pemerintah Pusat untuk pengoperasian sarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintasi batas wilayah provinsi dan batas wilayah negara;
b. pemerintah provinsi untuk pengoperasian sarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi; dan
c. pemerintah kabupaten/kota untuk pengoperasian sarana perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya dalam wilayah kabupaten/kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha terkait penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum diatur dalam Peraturan Pemerintah.
5. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 32A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32A
Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
6. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33
(1) Penyelenggaraan perkeretaapian khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dilakukan oleh badan usaha untuk menunjang kegiatan pokoknya.
(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha.
(3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat meliputi:
a. Pemerintah Pusat untuk penyelenggaraan perkeretaapian khusus yang jaringan jalurnya melintasi batas wilayah provinsi dan batas wilayah negara;
b. pemerintah provinsi untuk penyelenggaraan perkeretaapian khusus yang jaringan jalurnya melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat; dan
c. pemerintah kabupaten/kota untuk penyelenggaraan perkeretaapian khusus yang jaringan jalurnya dalam wilayah kabupaten/kota setelah mendapat rekomendasi pemerintah provinsi dan persetujuan Pemerintah Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha terkait perkeretaapian khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah.
7. Di antara Pasal 33 dan Pasal 34 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 33A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33A
Penyelenggara perkeretaapian khusus yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), dikenai sanksi administratif.
8. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 77
Setiap badan hukum atau lembaga yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dikenai sanksi administratif.
9. Di antara Pasal 80 dan Pasal 81 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 80A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 80A
Petugas prasarana perkeretaapian yang mengoperasikan Prasarana Perkeretaapian tidak memiliki sertifikat kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
10. Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 82
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dikenai sanksi administratif.
11. Ketentuan Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 107
Setiap badan hukum atau lembaga yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 dikenai sanksi administratif.
12. Ketentuan Pasal 112 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 112
Apabila penyelenggara sarana perkeretaapian dalam melaksanakan pemeriksaan tidak menggunakan tenaga yang memiliki kualifikasi keahlian dan tidak sesuai dengan tata cara yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, dikenai sanksi administratif.
13. Di antara Pasal 116 dan Pasal 117 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 116A dan Pasal 116B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 116A
Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan sarana Perkeretaapian tidak memiliki sertifikat kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
Pasal 116B
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan Sarana Perkeretaapian dengan Awak Sarana Perkeretaapian yang tidak memiliki sertifikat tanda kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
14. Ketentuan Pasal 135 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 135
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun tujuan atau tidak memberi ganti rugi senilai harga karcis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (4) dikenai sanksi administratif.
15. Ketentuan Pasal 168 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 168
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
16. Di antara Pasal 185 dan Pasal 186 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 185A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 185A
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24A, Pasal 28, Pasal 32A, Pasal 33A, Pasal 77, Pasal 80A, Pasal 82, Pasal 107, Pasal 112, Pasal 116A, Pasal 116B, Pasal 135, atau Pasal 168 dikenai sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
17. Ketentuan Pasal 188 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 188
Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum yang tidak memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) yang mengakibatkan timbulnya korban terhadap manusia dan/atau kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
18. Ketentuan Pasal 190 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 190
Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) yang mengakibatkan timbulnya korban terhadap manusia dan/atau kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
19. Ketentuan Pasal 191 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 191
Jika tindakan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33A mengakibatkan timbulnya kecelakaan kereta api dan/atau kerugian bagi harta benda, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
20. Ketentuan Pasal 195 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 195
Petugas prasarana perkeretaapian yang mengoperasikan Prasarana Perkeretaapian tidak memiliki sertifikat kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan/atau menimbulkan korban dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
21. Ketentuan Pasal 196 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 196
(1) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian yang mengoperasikan prasarana perkeretaapian dengan petugas yang tidak memiliki sertifikat kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan/atau menimbulkan korban dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat bagi orang, pelaku penyelengara dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
(3) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, pelaku penyelenggara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
22. Ketentuan Pasal 203 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 203
(1) Awak Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan sarana perkeretaapian tidak memiliki sertifikat kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) yang mengakibatkan kecelakaan kereta api dan/atau kerugian bagi harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
(2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat bagi orang, Awak Sarana Perkeretaapian dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
(3) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, Awak Sarana Perkeretaapian dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
23. Ketentuan Pasal 204 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 204 (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang mengoperasikan Sarana Perkeretaapian dengan Awak Sarana Perkeretaapian yang tidak memiliki sertifikat tanda kecakapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan dan/atau menimbulkan korban dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). (2) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat bagi orang, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun. (3) Jika tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
24. Ketentuan Pasal 210 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 210 (1) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189, Pasal 191, dan Pasal 193 mengakibatkan luka berat bagi orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). (3) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189, Pasal 191, dan Pasal 193 dilakukan oleh Badan Usaha Penyelenggara yang mengakibatkan luka berat bagi orang, pelaku dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(4) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189, Pasal 191, dan Pasal 193, dilakukan oleh Badan Usaha Penyelenggara yang mengakibatkan matinya orang, pelaku dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).