<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>
Revisi | Revisi 812[Daftar Isi] |
Bab | BAB III PENINGKATAN EKOSISTEM INVESTASI DAN KEGIATAN BERUSAHA |
Bagian | Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi |
Paragraf | Paragraf 10 Transportasi |
Judul | Pasal 55 |
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025) diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 19 (1) Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan: a. fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan jalan menurut kelas jalan diatur dalam Peraturan Pemerintah. 2. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 36 Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam trayek yang telah disetujui dalam Perizinan Berusaha. 3. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 38 (1) Setiap penyelenggara Terminal wajib menyediakan fasilitas Terminal yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan. (2) Fasilitas Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas utama dan fasilitas penunjang. (3) Untuk menjaga kondisi fasilitas Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara Terminal wajib melakukan pemeliharaan yang bekerja sama dengan usaha mikro dan kecil. (4) Fasilitas Terminal harus menyediakan tempat untuk kegiatan usaha mikro dan kecil paling sedikit 30% (tiga puluh persen). (5) Ketentuan mengenai kerja sama dengan usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan penyediaan tempat untuk kegiatan usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 4. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 39 (1) Lingkungan kerja Terminal merupakan daerah yang diperuntukkan fasilitas Terminal. (2) Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh penyelenggara Terminal dan digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian fasilitas Terminal. (3) Dalam hal Pemerintah Pusat sebagai penyelenggara Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pelaksanaannya dapat dikerjasamakan dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, dan swasta. 5. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 40 (1) Pembangunan Terminal harus dilengkapi dengan: a. rancang bangun; b. buku kerja rancang bangun; c. rencana induk Terminal; dan d. dokumen Amdal atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang telah mencakup analisis mengenai dampak lalu lintas. (2) Pembangunan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikerjasamakan dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, dan swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pengoperasian Terminal meliputi kegiatan: a. perencanaan; b. pelaksanaan; dan c. pengawasan operasional Terminal. (4) Pembangunan Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta perencanaan dan pelaksanaan dalam pengoperasian Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dapat dikerjasamakan dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa dan swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 43 (1) Penyediaan fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan setelah memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. (2) Penyelenggaraan fasilitas Parkir di luar Ruang Milik Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berupa: a. usaha khusus perparkiran; atau b. penunjang usaha pokok. (3) Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas dan/atau Marka Jalan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengguna Jasa fasilitas Parkir, Perizinan Berusaha, persyaratan, dan tata cara penyelenggaraan fasilitas dan Parkir untuk umum diatur dalam Peraturan Pemerintah. 7. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 50 (1) Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a wajib dilakukan bagi setiap Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe. (2) Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat yang pelaksanaannya dapat dikerjasamakan dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, dan swasta. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pelaksanaan uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 8. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 53 (1) Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b wajib dilakukan bagi mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang dioperasikan di Jalan. (2) Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor; dan b. pengesahan hasil uji. (3) Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh: a. unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat; b. unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang mendapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah; atau c. unit pelaksana pengujian swasta yang mendapatkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah. 9. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 60 (1) Bengkel umum Kendaraan Bermotor yang berfungsi untuk memperbaiki dan merawat Kendaraan Bermotor, wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. (2) Bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan kualitas tertentu dapat melakukan pengujian berkala Kendaraan Bermotor. (3) Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. (4) Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. (5) Pengawasan terhadap bengkel umum Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penyelenggaraan bengkel umum diatur dalam Peraturan Pemerintah. 10. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 78 (1) Pendidikan dan pelatihan mengemudi diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 11. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 99 (1) Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan wajib dilakukan analisis mengenai dampak Lalu Lintas yang terintegrasi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang telah mencakup analisis mengenai dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 12. Pasal 100 dihapus. 13. Pasal 101 dihapus. 14. Ketentuan Pasal 126 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 126 Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang dilarang: a. memberhentikan Kendaraan selain di tempat yang telah ditentukan; b. mengetem selain di tempat yang telah ditentukan; c. menurunkan Penumpang selain di tempat pemberhentian dan/atau di tempat tujuan tanpa alasan yang patut dan mendesak; dan/atau d. melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam trayek yang telah disetujui dalam Perizinan Berusaha. 15. Ketentuan Pasal 162 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 162 (1) Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus wajib: a. memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut; b. memiliki tanda tertentu sesuai dengan barang yang diangkut; c. memarkir Kendaraan di tempat yang ditetapkan; d. membongkar dan memuat barang di tempat yang ditetapkan dan dengan menggunakan alat sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut; dan e. beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu Keamanan, Keselamatan, Kelancaran, dan Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; (2) Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat berat dengan dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat harus mendapat pengawalan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. (3) Pengemudi dan pembantu Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut barang khusus wajib memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut. 16. Ketentuan Pasal 165 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 165 (1) Angkutan umum di Jalan yang merupakan bagian angkutan multimoda dilaksanakan oleh badan hukum angkutan multimoda. (2) Kegiatan angkutan umum dalam angkutan multimoda dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat antara badan hukum angkutan Jalan dan badan hukum angkutan multimoda dan/atau badan hukum moda lain. (3) Pelayanan angkutan multimoda harus terpadu secara sistem dan memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. (4) Ketentuan mengenai angkutan multimoda, persyaratan, dan tata cara memperoleh Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 17. Ketentuan Pasal 170 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 170 (1) Alat penimbangan yang dipasang secara tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (4) huruf a dipasang pada lokasi tertentu. (2) Penetapan lokasi, pengoperasian, dan penutupan alat penimbangan yang dipasang secara tetap pada Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Pusat. (3) Pengoperasian dan perawatan alat penimbangan yang dipasang secara tetap serta sistem informasi manajemen dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan dapat dikerjasamakan dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Petugas alat penimbangan yang dipasang secara tetap wajib mendata jenis barang yang diangkut, berat angkutan, dan asal tujuan. 18. Ketentuan Pasal 173 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 173 (1) Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. (2) Kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulans; atau b. pengangkutan jenazah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 19. Pasal 174 dihapus. 20. Pasal 175 dihapus. 21. Pasal 176 dihapus. 22. Pasal 177 dihapus. 23. Pasal 178 dihapus. 24. Ketentuan Pasal 179 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 179 (1) Perizinan Berusaha terkait penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) diberikan oleh: a. Pemerintah Pusat yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang melayani: 1. angkutan taksi yang wilayah operasinya melampaui 1 (satu) daerah provinsi; 2. angkutan dengan tujuan tertentu; atau 3. angkutan pariwisata. b. gubernur untuk angkutan taksi yang wilayah operasinya melampaui lebih dari 1 (satu) daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat; c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk angkutan taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat; dan d. bupati/wali kota untuk taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 25. Pasal 180 dihapus. 26. Ketentuan Pasal 185 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 185 (1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan subsidi angkutan pada trayek atau lintas tertentu. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian subsidi angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 27. Ketentuan Pasal 199 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 199 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167, Pasal 168, Pasal 173, Pasal 186, Pasal 187, Pasal 189, Pasal 192, atau Pasal 193 dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. denda administratif; c. pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau d. pencabutan Perizinan Berusaha. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 28. Ketentuan Pasal 220 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 220 (1) Rancang bangun Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 ayat (1) huruf a dan pengembangan riset dan rancang bangun Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan oleh: a. Pemerintah Pusat; b. Pemerintah Daerah; c. badan hukum; d. lembaga penelitian; dan/atau e. perguruan tinggi. (2) Rancang bangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Pusat. 29. Ketentuan Pasal 222 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 222 (1) Pemerintah Pusat wajib mengembangkan industri dan teknologi prasarana yang menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. (2) Pengembangan industri dan teknologi Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan secara terpadu dengan dukungan semua sektor terkait (3) Pengembangan industri dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Pusat. 30. Pasal 308 dihapus. |