<<Pasal Sebelumnya | Pasal Berikut >>
Revisi | Revisi 812[Daftar Isi] |
Bab | BAB III PENINGKATAN EKOSISTEM INVESTASI DAN KEGIATAN BERUSAHA |
Bagian | Bagian Keempat Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor Serta Kemudahan Dan Persyaratan Investasi |
Paragraf | Paragraf 9 Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat |
Judul | Pasal 50 |
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5158) diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 26 (1) Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi standar. (2) Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 2. Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 29 (1) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 harus memenuhi standar. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 3. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 33 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan kemudahan Perizinan Berusaha bagi badan hukum yang mengajukan rencana pembangunan perumahan untuk MBR. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 4. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 35 Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah. 5. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 36 (1) Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam 1 (satu) hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota. (2) Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat dikonversi dalam: a. bentuk rumah susun umum yang dibangun dalam satu hamparan yang sama; atau b. bentuk dana untuk pembangunan rumah umum. (3) Pengelolaan dana dari konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan oleh badan percepatan penyelenggaraan perumahan. (4) Dalam hal rumah sederhana tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret, dapat dikonversi dalam bentuk rumah susun umum. (5) Pembangunan rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau tempat kerja. (6) Pembangunan perumahan dengan hunian berimbang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang sama. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan perumahan dengan hunian berimbang diatur dalam Peraturan Pemerintah. 6. Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 40 (1) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menugasi dan/atau membentuk lembaga atau badan yang menangani pembangunan perumahan dan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Lembaga atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab: a. menyediakan tanah bagi perumahan; dan b. melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan pemastian kelayakan hunian. 7. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 42 (1) Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam tahap pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas: a. status pemilikan tanah; b. hal yang diperjanjikan; c. Persetujuan Bangunan Gedung; d. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan e. keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan keterbangunan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur dalam Peraturan Pemerintah. 8. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 53 (1) Pengendalian perumahan dilakukan mulai dari tahap: a. perencanaan; b. pembangunan; dan c. pemanfaatan. (2) Pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam bentuk: a. Perizinan Berusaha atau persetujuan; b. penertiban; dan/atau c. penataan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 9. Ketentuan Pasal 55 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 55 (1) Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan kemudahan yang diberikan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah hanya dapat menyewakan dan/atau mengalihkan kepemilikannya atas rumah kepada pihak lain dalam hal: a. pewarisan; atau b. penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun. (2) Dalam hal dilakukan pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pengalihannya wajib dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuk atau dibentuk oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam bidang perumahan dan permukiman. (3) Jika pemilik meninggalkan rumah secara terus-menerus dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun tanpa memenuhi kewajiban berdasarkan perjanjian, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah berwenang mengambil alih kepemilikan rumah tersebut. (4) Rumah yang telah diambil alih oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib didistribusikan kembali kepada MBR. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penunjukkan dan pembentukan lembaga, kemudahan, dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah MBR diatur dalam Peraturan Presiden. 10. Ketentuan Pasal 107 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 107 (1) Tanah yang langsung dikuasai oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf a yang digunakan untuk pembangunan rumah, perumahan, dan/atau kawasan permukiman diserahkan melalui pemberian hak atas tanah kepada setiap orang yang melakukan pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman. (2) Pemberian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada penetapan lokasi atau persetujuan kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. (3) Dalam hal tanah yang langsung dikuasai negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat garapan masyarakat, hak atas tanah diberikan setelah pelaku pembangunan perumahan dan permukiman selaku pemohon hak atas tanah menyelesaikan ganti rugi atas seluruh garapan masyarakat berdasarkan kesepakatan. (4) Dalam hal tidak ada kesepakatan tentang ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyelesaiannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 11. Ketentuan Pasal 109 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 109 (1) Konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf b dapat dilaksanakan bagi pembangunan rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun. (2) Penetapan lokasi konsolidasi tanah dilakukan oleh bupati/wali kota. (3) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, penetapan lokasi konsolidasi tanah ditetapkan oleh gubernur. (4) Lokasi konsolidasi tanah yang sudah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak memerlukan persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. 12. Ketentuan Pasal 114 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 114 (1) Peralihan atau pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf c dilakukan setelah badan hukum memperoleh persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (2) Peralihan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah setelah tercapai kesepakatan bersama. (3) Pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang. (4) Peralihan hak atau pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 13. Di antara BAB IX dan BAB X disisipkan 1 (satu) BAB, yakni BAB IXA sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB IXA BADAN PERCEPATAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN Pasal 117A (1) Untuk mewujudkan penyediaan rumah umum yang layak dan terjangkau bagi MBR, Pemerintah Pusat membentuk badan percepatan penyelenggaraan perumahan. (2) Pembentukan badan percepatan penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. mempercepat penyediaan rumah umum; b. menjamin bahwa rumah umum hanya dimiliki dan dihuni oleh MBR; c. menjamin tercapainya asas manfaat rumah umum; dan d. melaksanakan berbagai kebijakan di bidang rumah umum dan rumah khusus. (3) Badan percepatan penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai fungsi mempercepat penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. (4) Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), badan percepatan penyelenggaraan perumahan bertugas: a. melakukan upaya percepatan pembangunan perumahan; b. melaksanakan pengelolaan dana konversi dan pembangunan rumah sederhana serta rumah susun umum; c. melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan pemastian kelayakan hunian; d. melaksanakan penyediaan tanah bagi perumahan; e. melaksanakan pengelolaan rumah susun umum dan rumah susun khusus serta memfasilitasi penghunian, pengalihan, dan pemanfaatan; f. melaksanakan pengalihan kepemilikan rumah umum dengan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah; g. menyelenggarakan koordinasi operasional lintas sektor, termasuk dalam penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan h. melakukan pengembangan hubungan kerja sama di bidang rumah susun dengan berbagai instansi di dalam dan di luar negeri. Pasal 117B (1) Badan percepatan penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117A terdiri atas: a. unsur pembina; b. unsur pelaksana; dan c. unsur pengawas. (2) Unsur pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berjumlah 5 (lima) orang yang proses seleksi dan pemilihannya dilakukan oleh DPR. (3) Pembentukan badan percepatan penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden. (4) Unsur pembina, unsur pelaksana, dan unsur pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. 14. Ketentuan Pasal 134 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 134 Setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan yang tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasana, sarana, utilitas umum yang diperjanjikan, dan standar. 15. Ketentuan Pasal 150 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 150 (1) Setiap orang yang menyelenggarakan perumahan dan kawasan permukiman yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 34 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 36 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 38 ayat (4), Pasal 45, Pasal 47 ayat (2), ayat (3), atau ayat (4), Pasal 49 ayat (2), Pasal 63, Pasal 71 ayat (1), Pasal 126 ayat (2), Pasal 134, Pasal 135, Pasal 136, Pasal 137, Pasal 138, Pasal 139, Pasal 140, Pasal 141, Pasal 142, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, atau Pasal 146 ayat (1) dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan pembangunan; c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan; d. penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan perumahan; e. penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel); f. kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam jangka waktu tertentu; g. membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, utilitas umum yang diperjanjikan, dan standar; h. pembatasan kegiatan usaha; i. pembekuan Persetujuan Bangunan Gedung; j. pencabutan Persetujuan Bangunan Gedung; k. pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan rumah; l. perintah pembongkaran bangunan rumah; m. pembekuan Perizinan Berusaha; n. pencabutan Perizinan Berusaha; o. pengawasan; p. pembatalan Perizinan Berusaha; q. kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka waktu tertentu; r. pencabutan insentif; s. pengenaan denda administratif; dan/atau t. penutupan lokasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 16. Ketentuan Pasal 151 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 151 Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan yang membangun perumahan tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 17. Ketentuan Pasal 153 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 153 (1) Setiap orang yang menyelenggaraan lingkungan hunian atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau Lisiba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dikenai sanksi administratif. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah. |